Jenewa (ANTARA) - Organisasi Meteorologi Dunia WMO) pada Jumat (12/1) secara resmi mengukuhkan 2023 sebagai tahun terpanas di muka bumi sejak pencatatan dimulai, dengan suhu mendekati ambang batas 1,5 derajat Celsius di atas level praindustri yang ditetapkan oleh Perjanjian Paris.

WMO mengatakan bahwa bumi tercatat 1,45 ± 0,12 derajat Celsius lebih hangat pada tahun lalu dibandingkan level praindustri.

Angka itu didasarkan pada enam kumpulan data internasional terkemuka yang digunakan untuk memantau suhu global dan dikonsolidasikan oleh WMO.

Suhu global memecahkan rekor-rekor sebelumnya di setiap bulan pada Juni-Desember, dan Juli-Agustus menjadi bulan terpanas yang pernah tercatat, ungkap WMO.

"Perubahan iklim merupakan tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia. Hal ini berdampak pada kita semua, terutama mereka yang paling rentan," kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo.

Dia mendesak umat manusia untuk melakukan pengurangan drastis emisi gas rumah kaca dan mempercepat transisi ke sumber energi terbarukan.
 
  Arsip - Wisatawan menyegarkan diri dengan air dari pancuran di dekat Pantheon di Roma, Italia, pada 18 Juli 2023. (Xinhua/Jin Mamengni)


Mengenai faktor penyebab 2023 menjadi tahun terpanas, Saulo menuturkan, timbulnya fenomena cuaca El Nino awal tahun lalu yang ditandai dengan pemanasan di Samudera Pasifik "jelas" turut berkontribusi terhadap kenaikan suhu global.

Dia juga memperingatkan bahwa El Nino dapat meningkatkan suhu lebih jauh lagi pada 2024 karena dampak terbesar pola iklim biasanya terjadi setelah mencapai puncaknya.

Meski fenomena El Nino terjadi secara alami dan tidak akan berlangsung selamanya, aktivitas manusia "jelas" menjadi penyebab perubahan iklim jangka panjang, tambah Saulo.

"Krisis iklim memperburuk krisis kesenjangan. Krisis ini mengimbas semua aspek pembangunan berkelanjutan dan melemahkan upaya-upaya untuk mengatasi kemiskinan, kelaparan, kesehatan yang buruk, pengungsian dan degradasi lingkungan," lanjutnya.

Sejak 1980-an, setiap dekade mengalami suhu yang lebih hangat dibandingkan dekade sebelumnya. Sembilan tahun terakhir merupakan tahun terhangat yang pernah tercatat.
 
   Seorang pria berjalan melewati ladang gandum yang sedang dipanen saat terjadi gelombang panas di dekat Bucharest, Rumania, pada 18 Juli 2023. (Xinhua/Cristian Cristel)


"Aksi-aksi yang dilakukan umat manusia menghanguskan bumi. Tahun 2023 hanyalah pratinjau dari bencana masa depan yang menanti jika kita tidak bertindak sekarang. Kita harus merespons kenaikan suhu yang memecahkan rekor dengan aksi terobosan," ujar Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dalam sebuah pernyataan.

"Kita masih bisa menghindari bencana iklim terburuk. Namun hanya jika kita bertindak sekarang dengan ambisi yang diperlukan untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius dan mewujudkan keadilan iklim," tambahnya.

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024