Semestinya pemerintah menjadikan para pedagang ini sebagai mitra.
Ambon (ANTARA) - Komisi I DPRD Maluku mengimbau pemerintah provinsi untuk tidak mengusir para pedagang pemegang sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan menempati Ruko Mardika, karena mereka telah berkontribusi bagi daerah.

"Para pedagang ini juga telah berkontribusi terhadap masyarakat dan pemerintah di daerah, apalagi di tengah-tengah situasi inflasi yang tinggi," kata Wakil Ketua Komisi I DPRD Maluku Jantje Wenno, di Ambon, Sabtu.

Penjelasan Jantje berkaitan dengan langkah pemerintah provinsi yang mengerahkan Satpol PP untuk menertibkan para pedagang yang memegang SHGB di Ruko Mardika, karena belum membayar biaya sewa kepada PT Bumi Perkasa Timur (BPT) selaku pihak ketiga pengelola ruko tersebut.

Menurut dia, semestinya pemerintah menjadikan para pedagang ini sebagai mitra.

Ia mengingatkan kalau ada keinginan pedagang agar pemerintah membentuk BUMD dalam mengatur pasar justru jauh lebih baik, dan bukannya diserahkan kepada pihak ketiga untuk mengelola pasar dan Ruko Mardika.

"Tidak ada pekerjaan yang susah dari pengelolaan pasar dan tidak perlu diserahkan kepada pihak ketiga," ujar Janjte.

Dia mengatakan, Pansus Pasar memang memang sudah selesai bekerja dan ada rekomendasi yang telah disampaikan kepada pimpinan dewan dan juga kepada Gubernur Maluku.

"DPRD berharap Gubernur dapat memperhatikan sungguh-sungguh rekomendasi tersebut untuk mengkaji semua hal yang terjadi di sana berkaitan dengan masalah perjanjian kerja sama yang menurut DPRD itu merugikan daerah," katanya pula.

Perjanjian kerja sama (MoU) antara pemerintah provinsi dengan PT BPT tanpa melibatkan DPRD Maluku ini tertuang dalam dokumen Akta Notaris Nomor 21 Tanggal 13 Juli 2022 yang dikeluarkan Roy Prabowo Lenggono SH MH MKn.

Akta notaris itu tentang perjanjian kerja sama pemanfaatan dan pengelolaan lahan dan bangunan kawasan pertokoan Mardika.

"Disebut sangat merugikan daerah sebab ada indikasi terjadinya pelanggaran hukum dalam perjanjian kerja sama ini, sehingga rekomendasi DPRD itu salah satunya membawa masalah ini ke ranah hukum," ujar Jantje.

Saat ini pimpinan dewan sementara berada di daerah pemilihannya karena menjelang pemilu, tetapi rekomendasinya tetap disampaikan sehingga nantinya kerja sama itu akan ditangani secara hukum.

Nantinya akan dilihat hasilnya seperti apa, dan yang pasti DPRD lewat pansus melihat kerja sama ini merugikan daerah, katanya pula.

Apalagi, ujarnya lagi, perjanjian kerja sama antara pemerintah provinsi dengan PT BPT selaku pihak ketiga ini sangat menguntungkan mereka sehingga sangat disayangkan.

Buktinya ada beberapa pemegang SHGB di Ruko Mardika yang sudah membayar biaya sewa kepada PT BPT, seperti PT Bank Mandiri Rp14 miliar untuk jangka waktu 10 tahun.

Selanjutnya, PT Bank Central Asia (BCA) telah membayar sewa sebesar Rp3 miliar untuk jangka waktu 15 tahun, lalu ada juga yang lainnya termasuk para penyewa ruko dengan harga bervariasi antara Rp100 juta hingga Rp400 juta.

Namun Kepala BPKAD Maluku Zulkifli Anwar dalam rapat dengar pendapat dengan pansus pada November 2023 mengatakan dari nilai uang sebesar Rp18 miliar tersebut, yang disetorkan pihak BPT ke kas daerah Pemprov Maluku hanya Rp5 miliar dan sisanya Rp13 miliar untuk BPT.

Karena itu, kata dia, DPRD mendesak Gubernur untuk tidak mengambil langkah pengosongan para pedagang yang menempati ruko-ruko Mardika karena alasan belum dilakukan pembayaran sewa gedung.

Secara administratif perjanjian antara PT BPT dengan Pemprov Maluku tidak melewati tahapan seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2020.

Dalam Permendagri itu disebutkan, sebelum melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, pemerintah daerah harus melalui persetujuan DPRD. Namun, faktanya Pemprov Maluku tidak melalui mekanisme itu.
Baca juga: DPRD Maluku minta Pelni selektif agar tak angkut peti kemas berisi B3
Baca juga: DPRD Maluku Utara usulkan tiga nama calon penjabat gubernur

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024