Beijing (ANTARA) - China memanggil Duta Besar Filipina untuk China untuk menyampaikan protes pasca pernyataan Presiden Ferdinand Marcos Jr. di akun X miliknya yang memberikan ucapan selamat kepada William Lai Ching-te dalam pemilu Taiwan.

"Pagi ini, Asisten Menteri Luar Negeri Nong Rong memanggil Duta Besar Filipina untuk China Jaime Florcruz untuk mengajukan protes resmi dan mendesak Filipina untuk memberikan tanggapan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada China," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Selasa.

Pada Senin (15/1), dalam akun @bongbongmarcos, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menuliskan "Atas nama rakyat Filipina, saya mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih Lai Ching-te karena terpilih sebagai Presiden Taiwan berikutnya. Kami menantikan kolaborasi yang erat, memperkuat kepentingan bersama, memupuk perdamaian dan memastikan kesejahteraan bagi masyarakat pada tahun-tahun mendatang."

"Pernyataan Presiden Filipina sangat melanggar prinsip 'Satu China' dan komunike mengenai pembentukan hubungan diplomatik China dan Filipina. Pernyataan itu sangat bertentangan dengan komitmen politik Filipina terhadap China dan secara terang-terangan mencampuri urusan dalam negeri China," jelas Mao Ning.

China, kata Mao Ning, sangat menyesalkan dan dengan tegas menentang pernyataan tersebut dan segera mengajukan keberatan tegas kepada Filipina.

"Kami ingin menegaskan kepada Filipina bahwa mereka harus menahan diri untuk tidak bermain-main dengan masalah Taiwan, dengan sungguh-sungguh mematuhi prinsip 'Satu China' dan komunike bersama untuk membangun hubungan diplomatik antara China dan Filipina, segera menghentikan pernyataan yang keliru," tambah Mao Ning.

Mao Ning juga mengingatkan agar Filipina berhenti mengirimkan sinyal yang salah kepada kelompok separatis "kemerdekaan Taiwan".

"Kami menyarankan Presiden Marcos agar lebih banyak membaca agar mendapatkan pemahaman lebih baik soal seluk beluk masalah Taiwan sehingga mendapatkan kesimpulan yang tepat," ungkap Mao Ning.

Pasca pemilu Taiwan pada Sabtu (13/1) yang dimenangi William Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik (DPP), Pemerintah China terus mengulang prinsip "Satu China" sebagai pedoman relasi China dan Taiwan.

William Lai sendiri digambarkan sebagai pembela demokrasi Taiwan, namun Beijing menyebut dia "berbahaya" dan menjadi salah satu "kelompok separatis" sehingga dapat memicu konflik lintas Selat.

William Lai Ching-te memperoleh lebih dari 5,58 juta suara dari sekitar 14 juta surat suara, Hou Yu-ih, mengantongi 4,66 juta suara dan Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) memperoleh 3,68 juta suara.

Saat ini Lai masih menjadi wakil pemimpin Tsai Ing-wen dan ini akan menjadi masa jabatan DPP ketiga secara berturut-turut.

Di bawah kepemimpinan pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokratik (DPP) sejak 2016, Taiwan mengambil sikap keras menentang Beijing serta prinsip "Satu China" yang mengatakan bahwa Taiwan merupakan wilayah di bawah kekuasaan Beijing.

Baca juga: Prinsip Satu China makin diakui, Beijing optimis wujudkan reunifikasi
Baca juga: China: Latihan perang AS-Filipina di Laut China Selatan provokatif
Baca juga: Menlu China dan Filipina bahas Laut China Selatan melalui telepon

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024