Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan upaya membangun kemandirian dan keberlanjutan energi harus diwujudkan demi kemakmuran masyarakat yang merata di Tanah Air.

Hal itu disampaikan Lestari saat membuka diskusi daring bertema Tata Kelola Ketahanan Energi Indonesia Menuju 2045 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu.

"Pada periode transisi energi saat ini, kita harus berkomitmen penuh mengurangi dampak perubahan iklim dan menjamin pelestarian lingkungan yang mampu mendukung ketahanan energi yang kita miliki," kata Lestari dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta.

Rerie, sapaan akrab Lestari, mengatakan perlindungan negara juga termasuk pemenuhan kebutuhan masyarakat yang secara khusus tertuang dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yakni kekayaan alam yang dikelola negara harus dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

Dalam konteks itu pengelolaan sumber daya alam dan mineral di Indonesia harus menjamin ketahanan energi dan menunjang kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.

Baca juga: SKK Migas bekali pimpinan media program Pencapaian Ketahanan Energi

Baca juga: Bappenas sebut enam tantangan ketahanan sosial budaya dan ekologi


Per November 2023, Dewan Energi Nasional (DEN) menyampaikan bahwa ketahanan energi nasional Indonesia berada pada angka 6,57 yang masuk dalam kategori tahan.

Di sisi lain menurut World Energy Outlook 2024, konsumsi energi global akan meningkat sebesar 1,8 persen karena permintaan besar dari pasar Asia.

"Bagaimana dengan kategori tahan itu kita mampu mengantisipasi peningkatan konsumsi energi dan dinamika di sejumlah sektor," ujar Rerie.

Karena itu tata kelola ketahanan energi Indonesia harus bisa memenuhi kebutuhan domestik, serta harus mampu memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.

Seiring dengan perubahan maupun ketidakpastian dunia dibutuhkan perbaikan terkait inovasi kebijakan yang terintegrasi, sehingga bisa membantu mengembangkan sistem ketahanan energi yang efektif, efisien dan transparan.

Pada diskusi tersebut, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengungkapkan bahwa Indonesia perlu terus meningkatkan energy security, sekaligus harus bersiap menghadapi gejolak ketersediaan energi.

"Kebijakan energi yang tepat sangat diperlukan agar negara mampu merealisasikan ketersediaan energi dari sisi keterjangkauan harga dan mudah diperoleh," ujarnya.

Menurut Sugeng, energy security Indonesia untuk bahan bakar minyak (BBM) saat ini sekitar 20 hari. Sedangkan di sejumlah negara energy security-nya sudah mencapai dua hingga tiga bulan. Padahal, ungkap dia, konsumsi migas kita saat ini 1,4 juta barel per hari.

Di sisi lain, Sugeng juga menegaskan, Indonesia juga berkomitmen untuk merealisasikan nett zero emission dengan terus berupaya menurunkan emisi gas rumah kaca.

Diakui Sugeng, energi yang bersumber dari fosil sudah menjadi masalah, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak beralih ke pemanfaatan energi baru dan terbarukan.

Saat ini, ungkap Sugeng, Komisi VII DPR RI sedang memfinalisasi undang-undang energi baru terbarukan, merevisi undang-undang ketenagalistrikan dan menyusun rancangan undang-undang Migas.

"Secara umum paradigma kebijakan energi kita adalah melepaskan ketergantungan terhadap energi fosil," tuturnya.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024