Estimasi wilayah bahasa Jawa Arekan berjumlah 140 rombongan ludruk, sedangkan wilayah bahasa Jawa-Madura ada 52 rombongan ludruk.
Jakarta (ANTARA) - Lulusan doktoral dari Pusat Penelitian Sejarah dan Atlantik Universitas La Rochelle Perancis Agung Wibowo mengatakan, ludruk sebagai sebuah aktivitas ekonomi berbasis budaya tradisional memiliki hubungan yang mendalam dengan aktivitas sosial ekonomi di perdesaan Jawa Timur perlu mendapat perhatian khusus.

"Kerentanan sosial dan ekonomi ludruk menjadi alasan utama kenapa sektor ini perlu mendapat perhatian khusus dalam perlindungan bagi pekerjanya," katanya dalam sebuah diskusi daring tentang ludruk yang diadakan oleh BRIN yang dipantau di Jakarta, Jumat.

Agung menuturkan, ada dua zona utama persebaran ludruk, yaitu wilayah berbahasa Jawa Arekan dan wilayah berbahasa campuran Jawa-Madura.

Bahasa dalam pertunjukan ludruk merupakan elemen utama penting. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa level rendah atau bisa disebut Jawa Nguku yang memiliki karakter bahasa populer dan kasar.

"Bahasa merupakan identitas utama teater ludruk," kata Agung.

Sejak tahun 2014 hingga 2022, Agung meneliti peta persebaran ludruk di Jawa Timur.

Sebelum tahun 2000-an, persebaran ludruk lebih luas hampir di seluruh Jawa Timur, tidak hanya terkonsentrasi pada wilayah berbahasa Jawa Arekan dan wilayah berbahasa campuran Jawa-Madura.

Menurut Agung, tidak ada data statistik pasti yang dapat menunjukkan jumlah rombongan ludruk. Hal itu terkait dengan fleksibilitas pendirian rombongan ludruk, sehingga menyebabkan pemerintah kesulitan mendeteksi keberadaan mereka.

Estimasi wilayah bahasa Jawa Arekan berjumlah 140 rombongan ludruk, sedangkan wilayah bahasa Jawa-Madura ada 52 rombongan ludruk.

Ludruk lebih banyak pada wilayah berbahasa Jawa Arekan. Awalnya ludruk berkembang di daerah perdesaan.

Pada akhir abad 19 menuju pertengahan abad 20, ludruk berkembang pesat di wilayah perkotaan, yaitu di Surabaya.

"Selama riset lapangan, pengusaha ludruk beberapa orang menyampaikan keluhan kepada saya tentang pesaing pertunjukan ludruk dalam pertunjukan pesta di perdesaan Jawa," kata Agung.

Para pengusaha ludruk mengeluh hiburan perayaan desa digeser dengan pengajian. Hal itu menjadi salah satu ancaman keberadaan ludruk.

Agung menilai pergeseran itu kadangkala menjadi pilihan politik yang semakin mengarah kepada Islamisasi masyarakat Jawa.

Setelah reformasi, desentralisasi di Indonesia membawa dampak penting terhadap kesenian drama tradisional ludruk.

Pada era kepemimpinan Presiden Soeharto, ludruk dan para senimannya diakui dan diawasi oleh Departemen Penerangan. Pertunjukan secara teratur disponsori langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Taman Budaya Jawa Timur yang terletak di Taman Surabaya dan Taman Krida Malang.

Namun, sejak tahun 2008, Taman Budaya Jawa Timur berada di bawah kewenangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Mereka melihat ludruk sebagai sebuah produk pariwisata, memiliki kekuatan pemasaran sebagai etalase wisata di Jawa Timur.

Kalender pertunjukan ludruk di Taman Budaya Surabaya dan Taman Krida Malang disajikan setiap tahun dalam brosur untuk wisata.

"Menurut saya kalau kaitannya bagaimana perlindungan sosial yang perlu diberikan kepada mereka, kenapa tidak? Kalau pemerintahan memasukkan atau melihat mereka sebagai sebuah perusahaan budaya, karena dengan begitu akan memberi konsekuensi yang berbeda untuk mengembangkan kegiatan mereka," kata Agung.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024