Jakarta (ANTARA) -
Pelaksana Tugas Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), E. Aminudin Aziz menyebutkan bahwa penyesuaian bahan bacaan dengan usia dapat meningkatkan skor literasi membaca masyarakat Indonesia.
 
Aminudin mengemukakan hal tersebut pada bincang bersama media di Perpusnas di Jakarta, Jumat, menanggapi hasil skor literasi membaca pada penilaian pelajar internasional atau PISA yang menurun pada tahun 2022 (359), dimana sebelumnya pada tahun 2018 sebesar 371.
 
"Kalau kita telaah, inisiatif untuk mengadakan buku bacaan, baik itu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD) dan publik, salah satunya demi memberikan kesempatan kepada masyarakat bahwa ada usia yang perlu disesuaikan untuk bisa memenuhi keinginan terhadap bacaan yang bermutu," katanya.

Baca juga: Perpusnas perkuat fondasi literasi keluarga melalui tiga pilar
 
Menurutnya, ketika anak-anak sejak usia muda sudah terpajan kepada buku, akan terus ketagihan untuk membaca lagi, karena semakin banyak buku yang dibaca, akan semakin bertambah pengetahuannya.
 
"Kalau sudah terpajan, akan lebih luas lagi perspektifnya, sehingga dia akan semakin tinggi kecakapan literasinya. Kalau PISA itu diujikan untuk kelompok usia tertentu, misalnya di usia-usia tadi sudah mulai dibina kemampuan membacanya, ada diskusi-diskusi di perpustakaan desa, taman baca masyarakat, akan secara otomatis meningkatkan kemampuan membaca yang bersangkutan," paparnya.

Ia menjelaskan soal-soal di PISA bukanlah soal yang benar atau salah, tetapi lebih kasuistik.
 
"Kasus di PISA itu lebih kepada berpikir tingkat tinggi, kalau misalnya anak-anak diajak membahas buku-buku bacaan secara kritis, dia akan naik nilai PISA-nya," ucapnya.
 
Ia mengisahkan pengalamannya menyekolahkan anak-anaknya di luar negeri, dimana metode pembelajarannya mungkin bisa ditiru dan diterapkan di dalam negeri.
 
"Saya punya anak yang kebetulan mempunyai kesempatan untuk belajar di luar negeri, karena saya kebetulan juga bertugas di sana, jadi mereka di tingkat awal itu tidak belajar tata bahasa, matematika, dan lain sebagainya, mereka itu disuruh baca aja dulu banyak-banyak," ujar dia.
 
"Kemudian, mereka diminta memberikan laporan. Misalnya, ada satu kalimat, diminta memberikan komentar tentang buku itu bagaimana, jadi anak sudah bisa mengevaluasi isi buku itu apa. Ini kan berpikir kritis namanya," imbuhnya.
 
Menurutnya, orang tua juga perlu dilibatkan, misal diberikan tugas untuk membacakan sebuah cerita atau kasus pada anak, kemudian anak yang akan memberikan evaluasi.

Baca juga: Luangkan waktu membaca dengan anak untuk tumbuhkan minat baca

Baca juga: Buku bacaan bermutu tingkatkan kompetensi literasi anak
 
"Orang tua harus menceritakan kembali tentang isi bukunya, pendek-pendek saja mungkin delapan halaman kepada anak PAUD misalnya, itu bisa melatih. Saya juga sangat berharap, di perpustakaan desa, taman bacaan masyarakat, dan sekolah bisa menerapkan seperti itu, supaya daya nalar anak naik," kata Aminudin.
 
Menurutnya, keberhasilan literasi juga tidak dapat dilakukan secara instan.
 
"Seperti kita makan sambal, begitu digigit cabenya, itu langsung terasa pedas, tidak begitu. Maka, bagaimanapun kecakapan literasi itu harus dibangun berdasarkan proses panjang, tidak ada yang tiba-tiba, misalnya dia suka baca hari ini, besok dia jadi literat, kan tidak bisa, karena proses membaca dan bernalarnya perlu waktu yang panjang," ungkapnya.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024