Addis Ababa (ANTARA) - Lebih dari 3,45 juta orang mengungsi di Ethiopia, lebih dari separuhnya mengungsi karena konflik, sebut laporan baru dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Melalui Laporan Pengungsi Nasional Ethiopia terbaru yang dirilis pada Jumat (19/1), IOM mengatakan bahwa dari total 3,45 juta pengungsi internal (IDP) di 12 wilayah di Ethiopia. Penyebab utama pengungsian adalah konflik (64 persen), kekeringan (17 persen), dan ketegangan sosial (9 persen).

Wilayah Somali menampung jumlah IDP terbanyak yang terutama disebabkan oleh kekeringan, sementara wilayah Tigray menampung jumlah IDP tertinggi yang terutama disebabkan oleh konflik, ungkap IOM.
 
    Seorang penggembala membawa ternaknya di wilayah Somali yang dilanda kekeringan di Ethiopia, 11 Juni 2023. (Xinhua/Michael Tewelde)


Sejak 2016, IOM memantau situasi kemanusiaan dan pengungsian melalui penilaian berbasis wilayah, yang mencatat jumlah pengungsi dan pengungsi yang kembali, serta lokasi dan kebutuhan mereka, guna memberikan informasi bagi respons kemanusiaan dan pembangunan yang lebih luas.

Data IOM menunjukkan bahwa sekitar 2,53 juta IDP yang kembali teridentifikasi di lebih dari 2.000 desa di 11 wilayah, dengan kasus IDP tertinggi secara nasional tercatat di wilayah Tigray, Amhara, dan Afar.

Pekan lalu, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (UNOCHA) memperingatkan perihal krisis kemanusiaan yang akan terjadi di Ethiopia yang dipicu oleh kombinasi guncangan iklim, konflik, dan guncangan ekonomi, yang menyebabkan pengungsian di negara tersebut.

UNOCHA mengatakan negara di Afrika Timur tersebut kembali berada di ambang situasi kemanusiaan yang besar akibat siklus beberapa krisis yang sering kali saling tumpang tindih, yang sangat melemahkan kemampuan masyarakat untuk mengatasinya.

Krisis kemanusiaan di Ethiopia terutama didorong oleh konvergensi empat faktor utama, yaitu krisis iklim yang terutama berupa banjir dan kekeringan, konflik bersenjata, wabah penyakit, serta guncangan ekonomi, lanjut UNOCHA.

Badan PBB itu mengungkapkan bahwa konvergensi dari guncangan-guncangan tersebut memaksa makin banyak masyarakat untuk mengungsi, menimbulkan kerawanan pangan, malanutrisi, dan wabah penyakit, serta meningkatkan masalah perlindungan di tengah kenaikan harga komoditas esensial global, inflasi, dan devaluasi mata uang lokal yang terus-menerus.

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024