Jakarta (ANTARA) - Debat calon presiden dan calon wakil presiden keempat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah berlangsung pada Ahad (22/1/2024) malam. Namun pembahasan seputar debat masih menjadi perbincangan khalayak.

Debat yang melibatkan tiga kandidat wakil presiden tersebut, mengusung tema pembangunan berkelanjutan, energi, sumber daya alam, pangan, pajak karbon, lingkungan hidup, agraria, masyarakat adat, dan desa. Amat disayangkan meski membahas pembangunan, desa, bahkan pangan, tapi satu pun yang menyingung terkait peran penting penyuluhan.

Apalah artinya pertanian pintar jika tanpa adanya bantuan penyuluh dalam membantu petani dalam mengadopsi inovasi yang sudah dihasilkan oleh para peneliti? Apalagi dengan tantangan saat ini, seperti dampak perubahan iklim yang semakin nyata, penyuluhan sebagai bagian dari pendidikan orang dewasa sangat diperlukan.

Petani tak bisa lagi bertahan dengan cara-cara lama. Model bisnis pun telah berubah. Maka diperlukan sosok penyuluh, yang dapat membantu petani menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.

Lalu apalah artinya anggaran dana desa ditingkatkan menjadi Rp5 miliar per tahun, jika masyarakatnya hanya menjadi obyek pembangunan, bukan menjadi subyek, karena masyarakatnya tak berdaya dan tidak dapat berpartisipasi? Tak ayal anggaran tersebut akan rawan diselewengkan. 

Padahal sejarah bangsa Indonesia, tak bisa lepas dari peran penyuluhan. Kehadiran penyuluhan bermula dari penyuluhan pertanian yang diperkenalkan jauh sebelum masa kemerdekaan. Berawal kebutuhan kolonial dalam perbaikan produksi pertanian pada 1831, maka dimulailah sistem tanam paksa.

Setelah kemerdekaan, mulai dilakukan upaya pengembangan pertanian dengan mendirikan pusat pendidikan bagi masyarakat pedesaan di tiap desa dengan ditetapkannya Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) pada 1948. Setelah itu, pemerintah mulai membangun pertanian secara lebih sistematis.

Pada era Orde Lama, kegiatan penyuluhan pertanian belum memberikan hasil yang lebih baik karena penerapan di lapangan yang menggunakan sistem komando, dan bukan atas kesadaran dalam melakukan perbaikan dalam sistem pertanian.

Keberhasilan Indonesia dalam swasembada beras pada masa era Orde Baru, merupakan salah satu kisah sukses penyuluhan di Tanah Air. Keberhasilan itu tak lepas dari dikerahkannya sumber daya manusia dalam pembangunan.

Sejumlah penyuluhan diterapkan seperti Latihan dan Kunjungan (LAKU), pendekatan sistem pertanian, keterkaitan penyuluh, peneliti, serta petani, dan Sekolah Lapang. Tak hanya pada bidang pertanian, kegiatan penyuluhan semakin meluas menjangkau pendidikan, kesehatan, agama, dan lainnya.

Pada bidang penyuluhan gencar dilakukan untuk memberantas buta huruf, ada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, Sanggar Kegiatan Bersama, sekolah terbuka dan sebagainya. Juga pada bidang kesehatan, penyuluhan diintegrasikan dengan program kesehatan dan keluarga berencana.

Dosen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB), Siti Amanah, dalam artikelnya yang berjudul “Makna Penyuluhan dan Transformasi Perilaku Manusia”, menulis pascareformasi penyuluhan menjadi komponen yang paling mudah untuk dilupakan dengan alasan ”tidak diperlukan, tidak penting, dan tidak dapat dilihat hasilnya secara cepat”.

Pembangunan sumber daya manusia menjadi kurang populer bagi para politisi, karena tak bisa dilihat hasilnya dalam sekejap mata. Beda halnya, dengan pembangunan infrastruktur yang terlihat hasilnya begitu proyek selesai.

Padahal kegiatan penyuluhan sebagai bagian dari pendidikan non-formal diperlukan tapi sering diabaikan. Apalagi dengan mayoritas pendidikan masyarakat Indonesia berdasarkan data BPS pada 2023, rata-rata lama sekolah sembilan tahun atau hanya sampai pada jenjang sekolah menengah pertama.

Penyuluhan diperlukan untuk menguatkan masyarakat dalam menghadapi persoalan yang dihadapinya, serta meningkatkan kualitas hidup. Kegiatan penyuluhan bukan hanya aktivitas petugas datang ke sebuah pertemuan, ceramah, diskusi, dan lalu pulang, atau dengan kata lain hanya sekadar membuat masyarakat menjadi tahu.

Lebih dari itu, penyuluhan memiliki makna yang lebih besar yang berkaitan dengan perubahan perilaku individu, kelompok dan komunitas. Oleh karenanya, kegiatan tak bisa dilakukan dengan sepintas lalu tetapi melalui pendidikan yang berkelanjutan.

 

Makna penyuluhan

Lalu apa sebenarnya penyuluhan? Penyuluhan kerap disamakan dengan penerangan bahkan propaganda. Padahal penyuluhan memiliki makna yang berbeda. Menurut Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB, Prof Sumardjo, falsafah dasar penyuluhan mengandung tiga unsur yakni sebagai proses pendidikan, proses demokrasi, dan proses yang berkelanjutan.

Penyuluhan pada dasarnya memiliki makna, menolong orang lain menemukan potensi dirinya melalui pendidikan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Proses penyuluhan pun dilakukan demokratis, tidak ada unsur paksaan, dan saling bertukar pikiran dan pengalaman.

Sementara, penerangan hanya dilakukan pada saat diperlukan saja, tidak berkelanjutan, serta tak mengenal bimbingan lanjutan. Sedangkan propaganda juga dilakukan pada saat diperlukan, bertujuan untuk memperoleh pasar, tidak ada bimbingan lanjutan, dan terkadang menjatuhkan pihak tertentu.

Penyuluhan sendiri merupakan ilmu tentang perilaku, yang di dalamnya terdapat telaah pola pikir, tindak dan sikap manusia dalam menghadapi kehidupan. Dalam hal ini, manusia menjadi subyek, dan perilaku menjadi obyek yang dihasilkan dari proses penyuluhan itu sendiri.

Memang harus diakui, kata penyuluhan terkesan kuno dan kalah keren dibandingkan istilah kekinian. Maka tak heran, generasi muda saat ini kurang akrab dengan kata penyuluhan. Nasib penyuluh pun berbanding lurus dengan semakin kurang populernya penyuluhan di Tanah Air, karena sebagian besar masih jauh dari kata sejahtera. Gaji penyuluh keluarga berencana non PNS misalnya, hanya mendapat insentif Rp100.000 hingga Rp150.000 per bulan. Bahkan, calon presiden yang sering mengucapkan kata penyuluhan dan penyuluh pun hanya dihitung jari.

Kegiatan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan secara berkelanjutan ataupun pemberdayaan, sejatinya kegiatan penyuluhan. Mungkin sudah saatnya, pemerintah melihat kembali peran penyuluhan dalam pembangunan, sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat. Mustahil rasanya, pembangunan nasional dapat tercapai jika tidak didukung partisipasi aktif masyarakatnya. 

Copyright © ANTARA 2024