Nairobi (ANTARA) - Transaksi mobile money di Kenya stagnan pada 2023, demikian disampaikan bank sentral negara tersebut, Central Bank, dalam pembaruan yang dirilis pada Jumat (19/1) malam waktu setempat, menggarisbawahi dampak inflasi yang lebih tinggi di Kenya.

Mobile money merupakan salah satu bentuk layanan perbankan yang menggunakan ponsel sebagai media perantara transaksi.

Pihak bank sentral mengatakan warga negara Afrika Timur itu pada 2023 mentransfer 7,95 triliun shilling atau sekitar 49,15 miliar dolar AS melalui ponsel mereka, dari 49,2 miliar dolar yang ditransaksikan pada 2022, penurunan pertama dalam 17 tahun.

Pada periode tersebut, warga mentransfer uang dalam jumlah tertinggi, yakni 4,87 miliar dolar, pada Desember 2023 dan paling sedikit, yaitu 3,57 miliar dolar, pada Februari, kata Central Bank.

Warga Kenya pada 2023 berjuang menghadapi kenaikan inflasi, yang melonjak hingga 9 persen yang didorong oleh melambungnya harga bahan bakar, listrik, dan makanan, sehingga mengurangi daya beli konsumen.
 
Sejumlah pejalan kaki melintas di depan kantor Co-operative Bank yang berlokasi di Haile Selassie Avenue di Nairobi, Kenya, pada 6 Juli 2023. (Xinhua/John Okoyo)   

Namun, inflasi turun menjadi 6,6 persen pada Desember 2023, yang masih lebih tinggi dari target Central Bank sebesar 5 persen.

Ini kali pertama penggunaan tahunannya menurun sejak mobile money diperkenalkan di Kenya pada 2007. Penggunaannya terus mengalami pertumbuhan selama bertahun-tahun.

Jumlah orang yang dipekerjakan sebagai agen mobile money mencapai 322.000 pada akhir Desember 2023 saat jumlah langganan pada akhir tahun mencapai 77,2 juta, ungkap Central Bank.

Para analis menyebutkan bahwa tekanan inflasi biasanya mengurangi pengeluaran diskresi, yang dilakukan sebagian besar konsumen di Kenya melalui mobile money.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024