Denpasar (ANTARA) - Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menyampaikan komitmen untuk netral sepanjang proses Pemilu 2024, bahkan siap dilaporkan bila terbukti melanggar netralitas.

"Semua pihak berhak untuk turut memantau saja, dan jika menemukan saya melakukan pelanggaran, maka boleh melaporkan ke Bawaslu. Karena selaku penjabat saya hanya memiliki politik negara untuk menjalani tugas negara sesuai kebijakan Presiden RI,” kata dia dalam keterangan yang diterima di Denpasar, Rabu.

Pj Gubernur Bali menyampaikan ini saat menerima kunjungan On The Spot Prioritas Nasional ke Provinsi Bali oleh Tim Sekretariat Dewan Ketahanan Nasional, yang bertujuan memantau strategi kerawanan pelaksanaan tahapan Pemilu 2024 dalam rangka menjaga stabilitas keamanan nasional.

Selain memastikan netralitasnya, Sang Made juga memastikan untuk menjadi contoh yang baik bagi seluruh pegawai Pemprov Bali agar tidak berpolitik praktis.

Adapun langkah yang dilakukan untuk menjaga netralitas ASN dan non ASN diantaranya dengan menerbitkan surat edaran mengenai netralitas, kemudian sosialisasi ke seluruh ASN dan non ASN, dan membuat Pakta Integritas disertai Video Ikrar Netralitas pada Pemilu 2024.

Sementara itu, Koordinator Tim Sekretariat Dewan Ketahanan Nasional Irjen Pol I Nyoman Labha Suradnya mengatakan pemantauan kerawanan pelaksanaan tahapan Pemilu 2024 sangat penting dilakukan, karena selain itu juga ada penanganan kerawanannya.

Dewan Ketahanan Nasional juga mengungkap berdasarkan indeks kerawanan pemilu atau IKP 2024 yang dirilis oleh Bawaslu RI, Provinsi Bali menjadi satu dari 10 provinsi paling rawan pada dimensi kontestasi dengan skor 71,96 persen, kemudian dimensi sosial politik 8 dari 10, dan dimensi partisipasi 6 dari 10.

“Penyelenggaraan pemilu haruslah berjalan dengan lancar dan aman, oleh karenanya diperlukan strategi pemantauan kerawanan pada setiap pelaksanaan tahapan pemilu yang akan berlangsung,” kata dia.

Labha menambahkan, dalam pelaksanaan pemilu terdapat sejumlah potensi gangguan yang kemungkinan besar akan muncul diantaranya disinformasi atau hoaks, yang dapat mempengaruhi keterbukaan informasi menjadi konflik horisontal.

“Selanjutnya juga dapat menjadi potensi adanya perkembangan atau intervensi dari berbagai pihak dan dalam bentuk apapun yang dapat memanipulasi proses pemilihan. Hal ini tentunya dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional,” ujarnya.

Selain itu, ia menyampaikan kerawanan juga dapat menyebabkan terjadinya ancaman keamanan, seperti upaya pengacauan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dengan menyebarkan isu-isu terkait pemilu termasuk aksi terorisme.

Juga pelanggaran terhadap hak pemilih seperti intimidasi, suap atau serangan fajar serta upaya lain juga dapat mengganggu stabilitas keamanan pemilu, ditambah potensi gangguan terhadap sistem teknologi yang digunakan dalam proses pemilu seperti manipulasi data, serangan siber.

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024