Jakarta (ANTARA News) - Agresi militer Israel ke Lebanon yang sudah berlangsung selama 20 hari adalah sebuah bentuk genosida secara kualitatif. Puncak dari serangan Israel ke Lebanon terjadi pada hari Minggu tanggal 30 Juli di kota Qana yang menewaskan 54 warga sipil serta empat orang utusan PBB. Effendi Ghazali, pakar komunikasi politik dari UI, di Jakarta, Kamis, mengatakan serangan ini merupakan pembunuhan suatu bangsa bukan secara kuantitatif tetapi secara kualitatif. "Maksudnya adalah begitu banyak manusia yang mengalami luka secara psikologis akibat serangan itu, terutama anak-anak yang ketika tumbuh dewasa dan akhirnya menjadi pemimpin negara yang bersangkutan akan menyimpan banyak luka dan trauma secara psikologis yang sulit disembuhkan," ujar dia. Kondisi itu akan membuat sebuah dendam yang tidak berkesudahan. Selain itu, menurut Ghazali, untuk membangun sebuah negara ataupun kota yang secara infrastruktur hancur, dibutuhkan waktu dan proses yang begitu lama serta biaya yang amat banyak. Sementara itu, Wawan H Purwanto, pengamat militer dan intelijen, mengatakan, agresi militer Israel ini merupakan sebuah bentuk genosida tetapi dalam bentuk terbatas. "Karena yang diserang dalam hal ini sistem pertahanan Hizbollah yang bersembunyi diantara penduduk sipil, sehingga Israel sering salah sasaran akibatnya banyak penduduk sipil yang menjadi korban," katanya. Padahal, menurut dia, dalam perang seharusnya strategi yang diterapkan adalah waktu yang cepat dengan korban yang tidak terlalu banyak. Menurut Wawan, Indonesia harus berperan aktif dalam menyelesaikan masalah ini, terutama dengan mengirimkan kekuatan militernya ke Lebanon. "Saat ini yang saya lihat Indonesia akan mengirimkan anggota militernya terutama tim kesehatan ke Lebanon. Selain itu, juga sudah akan dikirim beberapa panser dan kavaleri ke negeri yang digempur Israel itu," ujar dia Tetapi yang paling penting, menurut Wawan, meraih kepercayaan dari publik Lebanon terhadap pasukan yang dikirim ke negeri itu. "Saya pikir, Indonesia tidak bermasalah dengan kepercayaan itu, karena selama ini sikap Indonesia cukup netral, apalagi yang dikirim ke sana tim kesehatan yang akan memberikan bantuan medis," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006