Entah dibangun oleh regulator kita, entah diberikan mandat kepada asosiasi atau pihak tertentu untuk bangun
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menyatakan bahwa sudah saatnya Indonesia memiliki database (basis data) perasuransian.

“Dari waktu ke waktu, kami berdiskusi baik sesama industri asuransi, maupun dengan asosiasi asuransi perasuransian lain, maupun dengan regulator kita, bahwa sudah saatnya untuk Indonesia memiliki database perasuransian. Entah dibangun oleh regulator kita, entah diberikan mandat kepada asosiasi atau pihak tertentu untuk bangun, kelola,” kata dia dalam “Outlook Industri Asuransi Jiwa dan Ekonomi Tahun 2024” di Jakarta, Kamis.

Dengan adanya database perasuransian, lanjutnya, maka akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam melayani dan mempertahankan nasabah, serta memberikan saran maupun tawaran yang semakin tepat kepada masyarakat Indonesia untuk proyeksi sekaligus perencanaan keuangan.

Salah satu cara untuk menciptakan basis data perasuransian adalah Artificial Intelligence (AI) yang disebut belum banyak diterapkan di Indonesia. Upaya tersebut dapat mendukung perusahaan asuransi untuk memudahkan mereka dalam membaca profil seseorang yang mencari produk asuransi, lalu mengetahui produk yang cocok untuk nasabah dalam jangka waktu dan rentang nilai premi tertentu.

“Bahkan, bukan hanya dalam pemasaran produk, tapi juga mungkin dengan artificial intelligence, kita bisa melihat semua nasabah kita yang ada saat ini, katakanlah di satu perusahaan asuransi, PT ABC Life (nama perusahaan buatan), nasabahnya ada satu juta, mungkin bisa dilihat dengan kemampuan artificial intelligence-nya, yang mana yang tingkat ketidakpuasannya mulai naik, yang mana yang kebutuhan untuk mencari produk baru itu juga ada, sehingga sebelum terjadi sesuatu, mungkin sudah bisa dikontak terlebih dahulu oleh si perusahaan asuransi untuk menawarkan sesuatu yang lebih baik,” ungkap Budi.

Bagi dia, upaya untuk menciptakan AI merupakan pekerjaan rumah (PR) yang sangat besar. Namun, dia percaya bahwa Indonesia memiliki bakat-bakat yang mampu menciptakan AI, tetapi mungkin hambatan utama dalam melakukan usaha tersebut terkait dengan mempersiapkan big data dan data security.

“Kalau industri asuransi ini berdiri bersama-sama, datanya banyak, berjuta-juta. Ambil 10-20 tahun terakhir, maka kita bisa melihat behavior pola masyarakat pengguna asuransi gitu ya. Tapi, ketika berdiri sendiri-sendiri, mungkin datanya ada 500 ribu tertanggung, ada yang mungkin 1 juta tertanggung, ada yang mungkin sekian juta tertanggung,” ucapnya.

Dalam kesempatan tersebut, dia juga menyampaikan bahwa industri asuransi yang semakin go digital dapat lebih mudah menjangkau generasi muda dari kalangan milenial dan Z. Hal ini mengingat porsi masyarakat Indonesia yang paling luas adalah generasi muda, sehingga cara perusahaan asuransi mendesain, memasarkan, dan melayani produk harus menjawab serta sesuai kebutuhan mereka.


Baca juga: LPS: Persiapan Program Penjaminan Polis asuransi capai 35 persen
Baca juga: OJK: Premi asuransi Januari-November 2023 capai Rp290,21 triliun
Baca juga: Penetrasi asuransi di Indonesia masih rendah dibanding negara tetangga


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024