Jakarta (ANTARA) - Seniman Louise Monique Sitanggang mengaku amat mengagumi dan mencintai sosok biduan legendaris era ’30-an yaitu Roekiah, sehingga dia tergerak untuk mendalami sejarah kehidupan seniman itu agar dapat tampil optimal dalam pentas monolog bertajuk “Kenang-kenangan Roekiah” persembahan Galeri Indonesia Kaya, Sabtu (27/1).

“Yang penting adalah menghapal sejarah Roekiah, lalu ingat cue untuk setiap lagu, dan menghapal alur cerita. Aku benar-benar sudah sangat pakem terhadap kisah Roekiah. Puji Tuhan aku masih diberikan berkat untuk mengingat setiap bagian,” buka Louise menjawab perihal kiat yang diterapkan untuk mengingat setiap bagian monolog dan lagu.

Baca juga: Louise Monique "hidupkan" kembali sosok biduan legendaris Miss Roekiah

Melalui pergelaran berdurasi kurang lebih enam puluh menit itu, Louise mengajak penikmat seni berkelana ke era keemasan Roekiah. Dalam pentas monolog dengan latar meja kamar rias itu, dia tampil paripurna menggambarkan kisah hidup dan masa perjuangan Roekiah, sembari melantunkan deret lagu yang lekat dengan sang biduan.
Louise Monique tampil dalam pentas "Kenang-kenangan Roekiah", Sabtu (27/1) yang menggambarkan kisah hidup dan masa perjuangan sang biduan legendaris. (ANTARA/Ahmad Faishal)


Tampilan satu set meja rias sederhana sebagai latar adegan menjadi simbolisasi bagi Louise untuk menuangkan kejujuran perasaan. Dalam pertunjukan tersebut, dia sukses menampilkan ekspresi dinamika kisah Roekiah yang penuh warna, dari tawa, tangis, termasuk masa kegemilangan, hingga kesulitan ketika Indonesia memasuki masa kolonial dan transisi era Jepang.

Melewati proses latihan selama 7 hari, Louise mengaku bahwa bagian paling sulit dalam pementasan kali ini adalah sesi ketika dirinya harus berganti pakaian kebaya dengan deret kancing yang tak boleh terlewatkan. Menurutnya secara garis besar, tidak sulit untuk mendalami karakter Roekiah dalam pertunjukan “Kenang-kenangan Roekiah” karena dia telah memiliki rasa sayang yang begitu besar terhadap sang seniman legendaris.

“Itu kuncinya. Setiap mengingat bagaimana akhir hidupnya, itu sangat sakit. Aku menangis nggak cuma di panggung ini, juga saat aku membaca cerita. Lagu ‘Pilu’ yang aku nyanyikan ulang adalah lagu Kartolo (suami Roekiah). Liriknya sakit sekali: Kartolo mendoakan Roekiah untuk selamat, namun jadinya dia yang pergi duluan. Jadi karena aku sayang sama Roekiah, maka kami membuat pementasan ini,” imbuh dia.
Louise Monique yang tampil dalam pentas "Kenang-kenangan Roekiah", Sabtu (27/1) mengaku bahwa bagian paling sulit dalam pementasan kali ini adalah sesi ketika dirinya harus berganti pakaian kebaya dengan deret kancing yang tak boleh terlewatkan. (ANTARA/Ahmad Faishal)


Melalui pementasan “Kenang-kenangan Roekiah” yang disutradarai oleh Chriskevin Adefrid dengan penata musik Yosua Simanjuntak, Louise yang juga dikenal sebagai vokalis band beraliran musik era ’30-an yaitu Deredia berupaya mengusung misi untuk memperkenalkan kembali karya-karya Roekiah.

Baca juga: Sebelas peserta terpilih Ruang Kreatif Seni tampilkan kisah Nurbaya

Dia juga mengungkapkan bahwa terdapat kedekatan antara kisah dalam “Kenang-kenangan Roekiah” dengan keseharian dirinya sebagai musisi masa kini. Sama seperti Roekiah yang tidak diperbolehkan untuk bermusik, Louise juga sempat mendapatkan pertentangan dari orang tuanya untuk menggeluti musik.

“Roekiah kemudian bersikeras, dan aku pun waktu itu bilang ke orang tua bahwa aku mau tampil. Roekiah itu tahu apa yang dia mau, makanya dia dari awal 'batu'. Dia benar-benar tahu bahwa hidupnya di atas panggung. Dia bersikeras untuk mengejar apa yang dia mau, dan aku pun serta teman-teman seniman yang lain pasti seperti itu,” terang Louise menambahkan.

Dari pertunjukan kali ini, Louise berharap generasi muda saat ini dapat menghargai dan meluangkan waktu untuk mempelajari sekaligus mengangkat kembali peran para seniman masa lalu.
Louise Monique yang tampil dalam pentas "Kenang-kenangan Roekiah", Sabtu (27/1) mengungkapkan bahwa sama seperti Roekiah yang tidak diperbolehkan untuk bermusik, dirinya juga sempat mendapatkan pertentangan dari orang tuanya untuk menggeluti musik. (ANTARA/Ahmad Faishal)


“Kita ada di sini karena seniman-seniman yang sebelumnya. Jadi, berikanlah waktu sebentar untuk seniman-seniman yang pernah berjuang pada masa penjajahan. Kita sudah tidak dijajah. Mari angkat kembali seniman-seniman yang berperan besar untuk karya kita sekarang ini. Viral-kan juga seniman-seniman dan para pejuang yang dulu,” kata Louise menutup penjelasan.

Roekiah merupakan perempuan pertama di Indonesia yang berhasil meraih kesuksesan di dunia musik dan perfilman. Dia memulai karier sejak kecil di bidang tarik suara dan sandiwara dengan mengikuti pementasan-pementasan milik sang orangtua.

Dia pernah bergabung di “Opera Palestina di Batavia”, hingga akhirnya bernyanyi bersama orkes Lief Java: sebuah orkes yang terkenal di Batavia pada masa itu yang tak lain adalah tempat bagi Ismail Marzuki memulai karier bermusik.

Dikenal dengan suaranya yang lembut dan penuh penghayatan, Roekiah menjadi bintang panggung yang dicintai masyarakat saat itu. Tahun 1937 menjadi awal dari kesuksesan dirinya di dunia film. Nama dan wajah Roekiah semakin dikenal masyarakat ketika dirinya mendapatkan peran utama di film “Terang Boelan” yang amat sukses.

Baca juga: "Suara Harmoni Kalimantan" suguhkan kekayaan budaya Pulau Borneo

Baca juga: GIK gelar "Dendang Riang Kemerdekaan" meriahkan HUT ke-78 RI

Baca juga: 154 anak adu kreasi gambar kecintaan budaya Indonesia

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024