Jakarta (ANTARA) - Peneliti senior SEAMEO RECFON dan Country Lead Action Against Stunting Hub (AASH) Indonesia Dr Umi Fahmida menyebut sebanyak satu dari tiga bayi yang berusia di bawah usia dua tahun (baduta) di Indonesia belum mendapat protein hewani yang cukup.

“Indonesia berada pada peringkat ke-7 dari 9 negara di Asia Tenggara dengan konsumsi telur, ikan, daging (TID) sebesar 71 persen. Artinya, satu dari tiga baduta di Indonesia belum diberikan protein hewani secara cukup,” ujar Umi di Jakarta, Ahad.
 
Sejalan dengan tema HGN ke-64 yang mengusung tema ‘Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Kaya Protein Hewani Cegah Stunting’, Umi mendorong agar tema itu dapat diperdalam dengan tidak hanya menekankan konsumsi MP-ASI kaya protein hewani, tetapi juga protein hewani yang beragam.

Baca juga: SEAMEO sebut guru berperan penting dalam penanggulangan stunting

Selain itu, perlu upaya untuk meningkatkan kualitas MP-ASI di Indonesia, perlu adanya strategi yang terencana dengan baik.
 
Saat ini, Indonesia sedang berupaya mencapai target penurunan stunting pada balita menjadi 14 persen di tahun 2024.
 
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN, Irma Ardiana MAPS menilai terdapat penurunan prevalensi stunting yang konsisten di Tanah Air dalam beberapa tahun terakhir.
 
“Ada penurunan angka stunting yang konsisten di Indonesia. Hal ini menunjukkan keseriusan seluruh unsur dan pemangku kepentingan yang terlibat. Terlebih konsistensi ini masih tetap terjadi, meskipun pada masa pandemi COVID-19 lalu,” terang Irma.
 
Pemenuhan kebutuhan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan sangat ditentukan oleh praktik pemberian MP-ASI. Untuk meningkatkan kualitas MP-ASI di Indonesia, perlu adanya strategi yang terencana dengan baik.
 
BKKBN melalui pengembangan Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT) menjadi pelengkap program pemberian makanan tambahan (PMT) oleh Kementerian Kesehatan.
 
“Kegiatan edukasi dalam program DASHAT mencakup pemilihan dan pengolahan makanan padat gizi lokal dengan penguatan pesan gizi seimbang berbasis pangan lokal (PGS-PL) yang telah dikembangkan oleh SEAMEO RECFON,” jelas Irma.
 
Salah satu daerah yang saat ini berjuang menghadapi tantangan stunting, yakni Lombok Timur. Pemerintah Lombok Timur sudah menerapkan pangan lokal kaya protein hewani ke dalam MP-ASI.
 
“Dari hasil SSGI 2021, Lombok Timur menjadi peringkat pertama dengan angka stunting tertinggi di NTB, yaitu 37,6 persen. Terdapat penurunan yang cukup masuk akal, yaitu 2 persen pada tahun 2022 menjadi 35,6 persen. Perbaikan pola pikir menjadi kunci keberhasilan.
 
Tidak hanya menjalankan program untuk menggugurkan kewajiban, namun kritis terhadap apa yang akan diimplementasikan, salah satunya memanfaatkan data dan hasil penelitian,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur Pathurahman.
 
Penelitian AASH yang dilakukan di Lombok Timur diharapkan dapat memberikan masukan penting bagi ilmu pengetahuan dan kebijakan dalam penanggulangan stunting yang lebih efektif.
 
Studi AASH merupakan studi interdisiplin yang didanai oleh United Kingdom Research and Innovation-Global Challenges Research Fund (UKRI GCRF) dengan pendekatan anak secara utuh (Whole Child Approach).
 
“Melalui analisa rantai nilai pangan dan Agrifood di studi AASH, akan diketahui kombinasi makanan padat gizi, khususnya sumber protein hewani yang tidak hanya mengisi kecukupan zat gizi harian, namun juga mempertimbangkan faktor kemudahan bagi konsumen, pedagang, dan tenaga kesehatan. Studi AASH juga dapat berkontribusi terhadap definisi stunting yang lebih tegak, tidak hanya terkait keterlambatan pertumbuhan, namun juga perkembangan,” terang Umi.

Baca juga: SEAMEO RECFON dorong penanganan stunting dilakukan secara holistik

Baca juga: SEAMEO RECFON gandeng Pemerintah Daerah dan Poltekkes untuk pengentasan stunting
 
Dalam acara Pantau Perkembangan dan Stimulasi Anak dengan Kartu Kembang Anak (PASTI dengan KKA) yang diselenggarakan oleh BKKBN dan SEAMEO RECFON dalam rangka Hari Gizi Nasional tanggal 25 Januari 2024, Umi menyampaikan hasil studi kohort AASH yang menggunakan pengukuran KKA, anak yang stunted (pendek) mengalami keterlambatan dalam tugas perkembangan secara umum, khususnya terkait gerakan halus.
 
Irma Ardiana juga memaparkan rencana tindak lanjut studi KKA, di antaranya menilai kecocokan hasil penilaian KKA dengan standar baku, meningkatkan kampanye program Bina Keluarga Balita (BKB), penyediaan BKB kit stunting, membangun sistem rujukan posyandu/BKB, memperkuat pencatatan dan pelaporan, serta integrasi layanan dan kemitraan.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024