Setidaknya 29 dari mereka yang tewas, di antaranya non-Suriah, meninggal dalam penyergapan tentara pada Senin di Adra, timur laut Damaskus.
Beirut (ANTARA News) - Hampir 90 pemberontak tewas dekat ibu kota Suriah selama 48 jam terakhir, kata pengamat Senin, pada saat pertempuran berkecamuk menjelang kemungkinan aksi militer asing terhadap rezim.

Setidaknya 29 dari mereka yang tewas, di antaranya non-Suriah, meninggal dalam penyergapan tentara pada Senin di Adra, timur laut Damaskus, kata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.

Kelompok, yang bergantung pada jaringan aktivis, dokter dan pengacara yang menjadi dasar informasi, mengatakan pasukan keamanan juga termasuk di antara mereka yang tewas dan terluka, tanpa memberikan angka.

Sementara itu, Kantor Berita Negara SANA, mengatakan unit militer telah membunuh "sebagian besar" anggota kelompok Islam Front Al-Nusra, yang memiliki banyak pejuang asing.

Adra, sebuah kota industri 35 kilometer (20 mil) dari Damaskus, adalah pintu masuk penting ke Ghouta Timur, daerah pertanian di mana pemberontak dan pasukan rezim sering bentrok.

Ghouta Timur yang dikuasai pemberontak adalah salah satu daerah pinggiran Damaskus yang diduga menjadi sasaran serangan senjata kimia pada 21 Agustus yang menyebabkan kemarahan di seluruh dunia dan memicu seruan-seruan untuk pembalasan militer pimpinan AS terhadap rezim.

Observatory mengatakan, 46 pemberontak lain tewas pada Minggu di sekitar kota Rouhayba, juga di timur laut ibu kota Suriah, dalam serangan udara dan pertempuran yang terjadi ketika pasukan rezim membalas untuk menyerang posisi gerilyawan.

Sebelas pemberontak lainnya tewas pada Ahad di daerah yang berbeda dekat Damaskus, tambahnya. Demikian diberitakan AFP.

Di tempat lain, setidaknya delapan orang, termasuk lima anak-anak, tewas ketika pasukan rezim menembaki kota Tal Aran di Provinsi Aleppo utara, kata Observatory.

Kelompok tersebut mengatakan bahwa lebih dari 110.000 orang telah tewas sejak konflik Suriah pecah pada Maret 2011, termasuk sedikitnya 40.146 warga sipil.

Ratusan orang dilaporkan tewas dalam dugaan serangan gas beracun 21 Agustus yang beberapa negara Barat dan Arab menuduh kesalahan pada rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad - namun klaim tersebut disangkal.

Presiden AS Barack Obama memutuskan pada Sabtu bahwa ia akan mengupayakan persetujuan Kongres sebelum meluncurkan serangan militer terhadap Suriah.

Hal itu mendorong kembali intervensi sampai awal pekan depan, pada saat anggota parlemen kembali dari reses musim panas pada 9 September.

Perwakilan Suriah di PBB Bashar al-Jaafari telah meminta PBB untuk berupaya "mencegah agresi" terhadap rezim, dan bersikeras bahwa pemerintahnya "tidak pernah menggunakan senjata kimia".

Tetapi Washington mengatakan telah memiliki bukti Suriah menggunakan gas sarin dan Prancis pada Senin mengatakan ada "penggunaan bahan kimia dalam jumlah besar" dalam serangan itu dan hanya rezim yang bertanggung jawab."

(H-AK)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013