Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Reda Manthovani mengingatkan maraknya fenomena “free movement” atau peningkatan mobilitas penduduk global bagi penegakan hukum keimigrasian di Tanah Air.

“Deklarasi Masyarakat ASEAN (MEA) berdampak terhadap peningkatan mobilitas penduduk dunia. Berkenaan dengan hal itu, Presiden telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan di wilayah ASEAN,” kata Reda dalam keterangan saat memberikan materi dalam Rapat Pimpinan Imigrasi dengan tema “Sinergitas Kejaksaan Agung dengan Imigrasi dalam Penegakan Hukum di Indonesia,” di Jakarta, Senin.

Menurut Reda, mobilitas penduduk dunia berdampak pada banyak hal, seperti keamanan dan kedaulatan negara, kedaulatan wilayah serta pertumbuhan ekonomi nasional.

Dampak negatif lainya, yakni berpotensi membahayakan keamanan dan ketertiban negara. Dia mencontohkan penanganan perkara yang ditangani oleh penyidik Polresta Banda Aceh pada akhir 2023, kasus penyeludupan manusia terhadap 137 orang etnis Rohingya.

“Menurut data, penanganan perkara yang melibatkan warga negara asing selalu meningkat tiap tahunnya. pada 2021 sebanyak 55 perkara, 2022 sebanyak 58 perkara dan 2023 sebanyak 96 perkara,” katanya memaparkan.

Mewaspadai hal itu, kata Reda, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mendorong penguatan Tim Pengawasan Orang Asing yang berfungsi sebagai wadah antar lembaga untuk meningkatkan pola koordinasi dan kolaborasi terkait pengawasan orang asing.

Dalam mengantisipasi free movement ini, Kejaksaan, kata dia, memiliki kewenangan dalam melakukan cegah, tangkal, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Kejaksaan Pasal 35 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan tas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

Kemudian, Undang-Undang Keimigrasian Pasal 91 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 20211 tentang Keimigrasian.

“Kejaksaan mendorong adanya koordinasi dan pertukaran data orang asing yang dikomandoi Ditjen Imigrasi dengan mengikuti kaidah interoperabilitas melalui digitalisasi satu data,” kata Reda.

Selain itu, lanjut dia, Kejaksaan juga mendorong sistem peradilan terpadu yang mengharuskan para penegak hukum untuk memiliki sikap mental, moral yang baik, kemampuan substansi secara profesional serta komitmen yang tinggi terhadap penegakan hukum sesuai dengan tuntutan masyarakat.

“Seperti pesan Jaksa Agung, mari wujudkan penegakan hukum yang tegas dan humanis mengawal pembangunan nasional,” kata Reda mengulang pesan Jaksa Agung.

Dalam kesempatan tersebut, Reda juga menyampaikan perlu adanya batasan dan kategori dalam penentuan klasifikasi penegakan hukum keimigrasian. Hal ini dilakukan agar dapat membedakan antara kejahatan dan pelanggaran dalam tindak pidana keimigrasian.

Dijelaskannya, keimigrasian dimaksud berkaitan dengan penegakan kedaulatan negara, sistem keamanan negara, aspek pencapaian kesejahteraan masyarakat, hubungan internasional dan berkaitan langsung dengan upaya memerangi kejahatan yang terorganisir.

Untuk itu, kata dia, sinergitas penegakan hukum keimigrasian berfokus utama pada kejahatan transnasional yang meliputi, tidak pidana narkotik, terorisme, perdagangan orang, penyeludupan manusia, pencucian uang, perdagangan senjata dan tidak pidana lainnya.

“Penguatan jaringan kerja sama melalui peningkatan semangat kolaboratif dan sinergi untuk menjaga kedaulatan negara dimulai dari lintas batas. Juga diperlukan penegakan hukum,” kata Reda.

Baca juga: Polda Aceh usut sindikasi penyeludupan imigran Rohingya

Baca juga: Imigrasi Jakut bekuk tujuh buronan Kepolisian Tiongkok di Penjaringan


Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024