Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mempertanyakan keputusan pemerintah yang menghapuskan harga jual perajin untuk komoditas kedelai.

"Harus ada HJP, kenapa tiba-tiba dihapuskan, apa dasarnya," kata Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin, seusai menghadiri dengar pendapat di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, Kamis.

Aip mengatakan, pemerintah beranggapan bahwa dengan dihapuskannya HJP dan dibukanya keran impor kedelai, maka diharapkan harga kedelai di pasar akan turun, namun masuknya kedelai ke Indonesia tersebut membutuhkan waktu kurang lebih dua bulan.

"Harga tersebut baru akan turun saat kedelai masuk, namun, apabila harus menunggu dua bulan lagi sementara harga kedelai masih tinggi, maka akan banyak perajin yang bangkrut," ujar Aip.

Menurut Aip, solusi sementara selama dua bulan kedepan untuk menunggu pasokan masuk, selayaknya harus ada penerapan HJP, apabila HJP dilepas maka akan menyebabkan banyak perajin yang bangkrut.

"Harus diberikan HJP yang jelas, untuk bulan September sebenarnya boleh saja mengalami kenaikan, tapi tidak banyak," kata Aip, yang juga mengatakan bahwa idealnya harga kedelai paling tinggi adalah Rp8.100 per kilogram.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina mengatakan bahwa harga jual perajin sudah tidak diatur lagi oleh pemerintah.

"Harga jual perajin (HJP) sudah tidak diatur lagi, karena jumlah impor tidak diatur," kata Srie.

Srie menjelaskan, pihaknya merasa yakin bahwa dengan ditiadakannya HJP maka akan mampu menurunkan harga kedelai karena pasokan kedelai banyak dan yang terpenting adalah para perajin mendapatkan jaminan suplai.

Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45/M-DAG/KEP/8/2013 pada 28 Agustus 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/5/2013 tentang Ketentuan Impor Kedelai Dalam Rangka Program Stabilisasi Harga Kedelai.

Sementara untuk Harga Beli Petani (HBP) kedelai, Kemendag menetapkan harga sebesar Rp7.000 per kilogram.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013