Washington (ANTARA) - Gedung Putih pada Rabu (31/1) mengungkapkan bahwa kelompok yang dikenal sebagai Perlawanan Islam di Irak (IRI) bertanggung jawab atas serangan drone pada pekan lalu yang menewaskan tiga tentara Amerika Serikat (AS) di Yordania.

Koordinator Komunikasi Strategis di Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby menyampaikan dalam sebuah konferensi pers rutin Gedung Putih bahwa serangan itu, yang juga melukai lebih dari 40 personel militer AS, telah direncanakan, didanai, dan difasilitasi IRI. IRI adalah sebuah kelompok payung yang terdiri dari "berbagai kelompok termasuk Kataib Hizbullah.

Kataib Hizbullah merupakan kelompok militan yang beroperasi di Suriah dan Irak yang dituding AS sebagai pelaku serangan berulang kali terhadap personel dan fasilitas militer AS di kawasan itu pascakonflik Israel-Hamas.

Militer AS telah meluncurkan beberapa serangan balasan terhadap Kataib Hizbullah, yang dianggap Washington sebagai salah satu proksi terkuat Iran.

Namun terkait serangan terhadap pangkalan militer AS di Yordania, Kirby enggan menunjuk secara khusus Kataib Hizbullah saat diminta untuk memaparkan lebih spesifik mengenai kelompok mana yang dituding oleh AS sebagai pelaku serangan tersebut.

"Ini tentu saja mirip dengan hal-hal yang dilakukan oleh Kataib Hizbullah. Atribusi yang dianggap cocok oleh komunitas intelijen kami terkait hal tersebut adalah ini dilakukan oleh kelompok payung yang disebut Perlawanan Islam di Irakujar," kata Kirby.

Presiden AS Joe Biden pada Selasa (30/1) menyampaikan bahwa dirinya telah membuat keputusan terkait bagaimana merespons serangan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa pertama AS sejak konflik Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober tahun lalu. Biden tidak menguraikan lebih lanjut, namun menegaskan bahwa pemerintahannya tidak menginginkan "perang yang lebih luas di Timur Tengah."

Kirby menuturkan bahwa respons AS akan bersifat proses berulang, alih-alih reaksi sekali waktu.

"Ini akan menjadi respons dari waktu ke waktu. Anda dapat memperkirakan bahwa presiden akan terus mempertimbangkan opsi yang ada ke depan," katanya.

Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2024