Jakarta (ANTARA News) - Wakil mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Nafiatul Munawaroh dan Andika Firnanda meraih penghargaan argumen terbaik pertama dalam lomba debat mengenai hak asasi manusia di ASEAN, yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri.

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu I Gusti Agung Wesaka Puja melalui surat elektronik di Jakarta, Senin, menjelaskan, kegiatan yang berlangsung 5-7 September 2013 itu adalah rangkaian dari acara Kolokium Nasional Komunitas ASEAN 2015: Debat Hukum Pemajuan dan Perlindungan HAM di ASEAN.

Ia menyebutkan untuk kategori tersebut, terbaik kedua dimenangkan Naila Rizqi Zakiah dan Gress Gustia Adrian Pah dari Universitas Jember.

Menurut dia, ada beberapa kategori penghargaan dalam perlombaan debat hukum itu.

Juara I debat dimenangkan tim gabungan mahasiswa dari berbagai universitas, yakni Arif Sharon Simanjuntak (Universitas Negeri Semarang), Andika Firnanda (Universitas Islam Indonesia), Muhammad Yusri (Universitas Lambung Mangkurat) dan Nicholas Canggih (Universitas Dr. Soetomo).

Kemudian juara II Denny Jacob Stevan Syauta (Universitas Pattimura), Richa Septiawan (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa), Nadia Erisanti (Universitas Bengkulu) dan Afrial Syarli (Universitas Riau).

Selain itu, pada kategori penghargaan pembicara terbaik, juara pertama Denny Jacob Stevan Syauta (Universitas Pattimura) dan pembicara terbaik kedua diraih oleh Richa Septiawan (Universitas Sultan Agung Tirtayasa).

Ia menjelaskan para peserta debat tersebut terdiri atas 64 mahasiswa dari 32 universitas di Indonesia yang telah melalui seleksi tertulis dan administratif.

Peserta debat dibagi menjadi 16 regu, dan satu regu terdiri atas empat peserta dari universitas yang berbeda-beda.

Setiap pertandingan terdiri dari dua regu, yaitu regu pemohon dan regu termohon, dan kedua regu tersebut dihadapkan pada juri yang mana dalam hal ini berperan sebagai majelis arbitrase.

Format debat hukum, kata dia, pada prinsipnya sama dengan lomba peradilan semu hukum internasional lainnya, dan dipilih berdasarkan latar belakang pendidikan mahasiswa hukum.

Tapi, berbeda dengan lomba peradilan semu hukum internasional lainnya yang dilakukan di hadapan Mahkamah Internasional, debat hukum ini mengambil format arbitrase sebagaimana terdapat dalam Protokol Piagam ASEAN mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa.

Ke-16 regu tersebut mengikuti empat babak penyisihan yang kemudian terpilih empat regu terbaik sebagai semifinalis. Setelah babak semifinal, tiap-tiap regu pemenang pada babak semifinal menuju babak final yang pada akhirnya terpilih satu regu terbaik dan menjadi juara Debat Hukum Pemajuan dan Perlindungan HAM di ASEAN.

Pada babak final mantan Menteri Luar Negeri Dr Noer Hassan Wirajuda hadir sebagai majelis arbitrase atau dewan juri, beserta Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM Prof Harkristuti Harkrisnowo, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu I Gusti Agung Wesaka Puja.

Juga hadir wakil Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) Rafendi Djamin, Direktur HAM dan Kemanusiaan Kemlu Muhammad Anshor, dan Direktur Perjanjian Ekonomi Sosial dan Budaya Kemlu Abdul Kadir Jailani.

Ia menjelaskan para peserta kolokium juga mendapatkan pelatihan debat (short course) sebelum berkompetisi dan berkesempatan mengunjungi Sekretariat ASEAN di Jakarta.

Wakil Menteri Luar Negeri Wardana menekankan pentingnya ASEAN bagi Indonesia dan peran Indonesia di organisasi regional ini.

"ASEAN telah banyak berkontribusi bagi terwujudnya keamanan dan stabilitas di kawasan, serta memberikan situasi kondusif bagi Negara-negara anggota dalam melakukan pembangunan sosial-ekonomi," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, pemahaman mengenai ASEAN dan Komunitas ASEAN sepatutnya menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia.

Wamenlu Wardana juga menjelaskan pentingnya nilai-nilai HAM di ASEAN. Menurutnya, sejak Piagam ASEAN ditandatangani tahun 2007, HAM di ASEAN terus mengalami perkembangan melalui pembentukan AICHR dan Deklarasi HAM ASEAN. (A035/M008)

Pewarta: Andi Jauhari
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013