Jakarta (ANTARA News) - Departemen Agama menawarkan Madrasah-madrasah Aliyah (MA) untuk menggunakan pendekatan baru dalam memenuhi kurikulum dengan metode satuan kredit semester (SKS) mulai tahun ajaran 2006/2007. "Sekarang ini siswa MA dibebani 17 mata pelajaran per semester yang semuanya harus diikuti, sehingga menghasilkan siswa yang diharap tahu semua tetapi tak menghasilkan apa-apa," kata Dirjen Pendidikan Islam, Depag, Prof Dr Yahya Umar kepada ANTARA News di Jakarta, Sabtu. Ke depan, siswa MA dan juga SMA hanya akan memilih mata pelajaran pilihan sesuai yang diminatinya di samping mengikuti pelajaran wajib, tetapi lebih mendalam dan hasilnya sesuai dengan standar, ujarnya. Ini, lanjutnya, merupakan sistem baru yang lebih fleksibel bagi sekolah menengah di Indonesia, namun di luar negeri termasuk di negeri tetangga Malaysia, sudah lama digunakan. Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP), ujarnya, telah mengeluarkan standar kompetensi lulusan dan standar isi dalam menjalankan kurikulum yang sudah ada. Dengan kedua standar tersebut, seorang siswa lulusan MA atau SMA diharapkan lulus dengan kompetensi yang terukur, misalnya lulusan MA harus bisa membaca Al Quran atau bercakap-cakap dalam bahasa Arab. "Bahasa Indonesia dan kewarganegaraan misalnya wajib, tetapi mata pelajaran lainnya misalnya, hanya pilihan. Jadi ijazahnya adalah ijazah per mata pelajaran, tidak seperti sekarang, ijazah seluruh mata pelajaran, kasihan siswa," katanya. Jadi, kata dia, pemerintah hanya menyediakan kurikulum dan standar pencapaiannya, namun sekolah yang mengatur metodenya dan silabusnya dijalankan seperti apa. "Sekolah menengah itu tujuannya dua, mau bekerja langsung atau melanjutkan ke perguruan tinggi, itu harus diarahkan sejak di sekolah menengah," katanya. Yahya mengatakan, sistem ini sedang ditawarkan di Madrasah-madrasah, mereka yang berminat mencoba dipersilakan. Jika belum merasa mampu, pihaknya siap membantu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006