Washington (ANTARA News) - Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Rabu WIB, menunda ancaman serangan ke Suriah setelah rezim Bashar al-Assad menerima rancangan Rusia untuk mengumpulkan dan menghancurkan arsenal senjata kimianya.

Lewat pidato yang disampaikannya dari Gedung Putih, Obama mengatakan dia telah memohon parlemen untuk menunda pemungutan suara mengenai otorisasi aksi militer selagi Washington mempelajari prakarsa Rusia.

Dia mengatakan dia akan terus menjalin kontak dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan akan mengutus Menteri Luar Negeri John Kerry ke Jenewa untuk berunding dengan mitranya dari Rusia esok Kamis.

"Terlalu dini mengatakan apakah tawaran ini akan berhasil, dan setiap kesepakatan mesti memerifikasi bahwa rezim Assad memegang komitmenanya," kata Obama mengingatkan.

"Namun prakarsa ini punya potensi menanggalkan ancaman senjata kimia tanpa menggunakan kekuatan, terutama karena Rusia adalah salah satu sekutu terdekat Assad."

Obama mengatakan kapal-kapal perusak berpeluru kendali AS tetap digelarkan di Mediterania timur, guna bersiap melancarkan serangan.

"Militer AS tidak sedang menghitung kancing," kata dia seperti dikutip AFP. "Bahkan satu serangan terbatas mengirimkan pesan kepada Assad bahwa tak ada negara yang mau menunggu."

Namun berbalikkan dengan retorika yang dia keluarkan beberapa minggu belakangan saat para pejabat Pentagon bahwa satu tembakan salvo misil bisa ditembakkan dalam hitungan hari, pidato Obama ini menegaskan pilihanya kepada diplomasi.

Obama mengeluarkan ancaman menyerang Suriah setelah serangan senjata kimia gas sarin pada 21 Agustus yang menewaskan 1.400 orang di daerah yang diduduki pemberontak Suriah di pinggiran di Damaskus.

Obama kembali mempertahankan opsinya itu lewat sebuah pesan yang emosional mengenai horor pembantaian yang disebutnya membuat seorang diktator bisa menggunakan senjata kimia untuk mengancam keamanan AS.

Namun kemudian dia menjamin bahwa tak akan ada kekuatan militer yang digunakan sepanjang inspektur persenjataan PBB menyampaikan laporaannya mengenai kasus serangan senjata kimia itu.

Para anggota DPR AS yang umumnya menentang aksi militer, bergeming dengan pidato Obama itu dengan menegaskan kembali keprihatinan mereka bahwa serangan militer akhirnya akan menuntut keterlibatan lebih dalam AS di Suriah.

"Dia harus meyakinkan saya bahwa ini tak akan menjadi jamur untuk yang lainnya," kata anggota DPR dari Demokrat, Elijah Cummings.

Sementara itu, Suriah berjanji menyingkirkan senjata kimianya, seraya mengatakan setuju dengan proposal Rusia dan akan tunduk pada pakta anti senjata kimia PBB.

Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Muallem berkata, "Kami siap mengungkapkan di mana senjata kimia berada, menghentikan produksi senjata kimia dan menunjukkan instalasi-instalasinya kepada wakil-wakil Rusia, negara-negara lainnya dan PBB."

Kami akan bergabung dengan pakta anti senjata kimia. Kami akan menghormati komitmen kami dalam hubungannya dengan pakta itu, termasuk memberikan informasi mengenai senjata ini."

Suriah adalah salah satu dari tujuh anggota PBB yang tidak menandatangani Konvensi Pelarangan bagi Pengembangan, Produksi, Penyimpanan dan Penggunaan Senjata Kimia dan mengenai Penghancurannya" pada 1993.

Para penandatangan konvensi ini mesti menghancurkan senjata kimia di bawah pengawasannya dan mengizinkan PBB mengakses situs-situs senjata kimia yang dimilikinya.

Putin, sekutu terdekat Assad yang paling berpengaruh, mengatakan tawaran Suriah bisa mengakhiri krisis, sepanjang AS mencabut ancaman menyerang Suriah.

"Semua ini menjadi masuk akal dan bisa bekerja jika pihak AS dan semua yang mendukungnya meniadakan penggunaan kekuatan," kata Putin dalam televisi Rusia.

Sementara Kerry yang ambil bagian dalam diskusi online yang diselenggarakan Google+, mendesak Assad memanfaatkan kesempatan demi perdamaian.

Menteri luar negeri AS ini mengaku telah membahas rencana perlucutan Suriah bersama Lavrov melalui telepon yang diakuinya merupakan gagasan yang menarik.

Prancis dan Inggris yang bersekutu dekat dengan Washington mengatakan akan memetakan sebuah resolusi PBB yang keras yang akan mengotorisasi aksi militer jika Suriah gagal menyerahkan senjata kimianya.

"Resolusi ini akan mempersiapkan konsekuensi yang sangat serius jika Suriah melanggar kewajiban-kewajibannya," kata Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius.

Sedangkan Perdana Menteri Inggris David Cameron menyatakan tak akan melonggarkan kerangka waktu ketatnya.

"Ini bukan soal memonitor senjata kimia di Suriah. Ini mengenai penyerahan senjata kimia kepada kontrol internasional dan penghancurannya," kata dia seperti dikutip AFP.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013