Jakarta (ANTARA News) - Selasa (10/9) malam, kembali satu orang anggota polisi Bripka Sukardi tewas ditembak oleh orang tak dikenal di depan gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta.

Kejadian tersebut menambah panjang deretan korban aksi penembakan misterius itu, bahkan Indonesian Police Watch (IPW) mencatat selama tiga bulan terakhir ini ada lima polisi tewas ditembak dari keseluruhan 22 kasus penembakan.

Mungkinkah Indonesia akan menjadi Meksiko kedua?, dimana di negara itu sudah tidak aneh jika ada polisi yang tewas ditembak oleh kartel narkoba.

Bagaimana dengan nasib orang sipil sendiri, pasalnya sekelas polisi saja tidak mampu mengatasi aksi "koboi jalanan" bahkan polisi turut menjadi korban juga.

Ironisnya polisi yang menjadi korban penembakan itu, mereka berpangkat Brigadir dan menjadi tulang punggung keluarga. Kisah satir pun muncul, dengan anak istrinya yang ditinggalkan. Kecuali hanya mendapatkan anugerah kenaikan satu tingkat pangkat.

Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane mencatat selama tiga bulan terakhir telah terjadi 22 kasus penembakan misterius di Tanah Air, lima di antaranya korbannya adalah polisi.

"Namun dari 22 kasus penembakan itu, baru satu pelaku saja yang tertangkap," katanya.

Apa yang disebutkan Neta S Pane itu, memang "menyedihkan" bagaimana tidak dari 22 kasus penembakan, baru satu kasus yang berhasil ditangkap penembaknya.

"Kasus penembakan terhadap polisi sampai sekarang tidak kunjung terungkap sedangkan penembakan, pengeroyokan dan penusukan terhadap polisi masih terjadi," katanya.

Karena itu, IPW berharap Polri, khususnya Polda Metro Jaya segera mengungkap kasus ini agar tren penembakan ini berhenti.

Ia menyebutkan modus dari penembakan itu bervariasi sehingga sulit menyimpulkan bahwa aksi penembakan itu dilakukan oleh para teroris.

IPW mengkhawatirkan dengan seringnya penembakan itu, akan membuat warga ibu kota menjadi sangat takut dan khawatir.

Pasalnya, kata dia, bagaimana polisi bisa melindungi masyarakat, jika melindungi diri sendiri saja tidak bisa.

Neta juga mengingatkan Polri jangan terpaku pada opini bahwa pelaku penembakan terhadap Bripka Sukardi oleh orang tak dikenal di depan gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta, merupakan tindak terorisme.

"Akibatnya polisi terperangkap pada opininya sendiri hingga kesulitan mengungkap kasus-kasus penembakan terhadap personelnya itu," katanya.

Ia juga mengkhawatirkan jika kasus penembakan tersebut tidak terungkap oleh polisi, maka dikhawatirkan kasus penembakan akan terus terjadi.

IPW sendiri menduga penembakan tersebut ada kaitannya dengan maraknya aksi pemberantasan preman belakangan ini.

"Sepertinya ada aksi balas dendam dari para pelaku kriminal jalanan terhadap polisi," ucapnya, menegaskan.

Karena itu, di dalam kasus penembakan di depan KPK itu, polisi perlu mencermati adanya persaingan dalam bisnis jasa pengamanan dan pengawalan antara oknum aparat maupun yang melibatkan preman.



Tetap tenang

Menanggapi adanya aksi koboi jalanan itu, Polri meminta masyarakat agar tetap tenang meskipun terjadi teror penembakan aparat dalam beberapa kurun waktu terakhir.

"Kami sampaikan agar masyarakat yakin dan percaya, tidak perlu takut atas kejadian ini," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie.

Pihaknya juga menyatakan Polri tidak pernah gentar terhadap adanya serangan-serangan terhadap aparat kepolisian, termasuk yang terjadi pada Selasa (10/9) malam yang menewaskan seorang anggota Provost, Bripka Sukardi. Saat ini kepolisian masih berupaya merumuskan sketsa wajah pelaku yang dihimpun berdasarkan keterangan saksi mata dan CCTV.

Pihaknya juga masih menyelidiki hilangnya senjata api yang dibawa almarhum Sukardi. "Informasi dari satgas, yang bersangkutan membawa senpi, sehingga tidak adanya senpi di holster di pinggang yang bersangkutan akan diupayakan diselidiki," katanya.

Menurut dia, pelaku penembakan diduga merupakan orang yang terlatih menggunakan senpi. Hal ini berdasarkan fakta bahwa seluruh penembakan dilakukan dari arah depan.

"Semua penembakan dari arah depan. Pelaku terbiasa menggunakan senjata itu dari arah penembakan mengenai tubuh korban dan langsung mematikan," katanya.

Pihaknya menyatakan akan mendalami kaitan penembakan tersebut dengan penugasan pengawalan truk bermuatan komponen material berat yang sedang dilaksanakan oleh almarhum saat terjadi penembakan. "Dirpolair menyatakan yang bersangkutan tadi malam sedang melaksanakan tugas pengawalan, kami akan selidiki apakah terkait ini apa tidak," katanya.

Atas peristiwa ini, pihaknya mewakili keluarga besar Mabes Polri menyatakan belasungkawa sedalam-dalamnya.

Sementara itu, Menko Polhukam Djoko Suyanto menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk mengejar pelaku penembakan Bripka Sukardi pada Selasa (10/9) malam.

"Saya sudah berkoordinasi dengan pak kapolri untuk mengejar pelaku sampai ketemu agar bisa diadili sesuai hukum yang berlaku di negeri ini," kata Djoko di Jakarta, Rabu.

Pihaknya mengecam terjadinya peristiwa yang telah membuat aparat polisi yang tidak bersalah terenggut nyawanya tersebut. "Apapun motifnya, sangat tidak dibenarkan, apalagi melukai, bahkan sampai membunuh orang yang tidak bersalah," katanya.

Djoko juga meminta aparat kepolisian untuk meningkatkan kewaspadaan dalam pelaksanaan tugas sebagai upaya mengantisipasi berulangnya peristiwa serupa di kemudian hari.

Oleh Riza Fahriza
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013