Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mempromosikan pencegahan stunting lewat kesenian wayang saat berdialog bersama Bagong, salah satu tokoh dalam pewayangan yang dimainkan oleh seorang dalang di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

"Saya mengajak masyarakat menuju kebaikan melalui kesenian wayang kulit, dalam hal ini untuk bersama-sama menekan stunting sampai ke akarnya, dengan ber-KB serta melakukan pola hidup sehat dan bergizi," ujar Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Wayang kulit dengan lakon Kembang Dewa Retna digelar dalam kegiatan komunikasi, advokasi, dan informasi bersama mitra kerja BKKBN pada Selasa (6/2).

Dalam dialog bersama penonton lewat kesenian wayang tersebut, Hasto memaparkan bahwa anak stunting pasti bertubuh pendek, tetapi yang pendek belum tentu stunting.

Baca juga: BKKBN ingatkan pentingnya keluarga turunkan nilai luhur pada anak

Baca juga: BKKBN sosialisasi Bangga Kencana dan penurunan stunting di Sleman


"Stunting bisa terjadi apabila tidak gizi ibu hamil tidak terpenuhi pada saat mengandung hingga bayi umur dua tahun, atau disebut sebagai periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Jarak kehamilan juga bisa menjadi penyebab terjadinya stunting," tuturnya.

Kembang Dewa Retna merupakan simbol kekuasaan yang memiliki kekuatan dan berjuang memerangi keangkaramurkaan. Kekuasaan Kembang Dewa Retna dianugerahkan dewata untuk menegakkan keutamaan, kebenaran, dan keadilan yang digambarkan pada tokoh Rama.

Secuplik kisah wayang kulit yang dimainkan pada siang itu, merupakan kisah yang sejalan dengan semangat dan program-program BKKBN yang secara konsisten memerangi stunting di Indonesia.

Hasto menjelaskan ada 4 terlalu yang harus dihindari agar anak tidak stunting, yakni terlalu dekat, terlalu tua, terlalu muda, dan terlalu sering melahirkan.

Di tengah antusiasme para peserta kegiatan, Hasto menyempatkan untuk mengajukan pertanyaan kepada para penonton sehingga mereka berlomba untuk menuju ke depan.

"Batas usia minimal menikah, berapa?" kata dia.

Seorang duta Generasi Berencana (Genre) dari Kudus, Umi, lantas dengan lantang menjawab pertanyaan tersebut.

"Usia 21 tahun bagi perempuan, dan 25 tahun bagi laki-laki," ucapnya.

Umi juga menambahkan, BKKBN telah menentukan batas minimal usia perkawinan berdasarkan kematangan fisik, utamanya pinggul wanita.

Hasto kemudian mengingatkan kepada seluruh penonton agar tidak merokok di dekat ibu hamil, karena asap rokok bisa menjadi penyebab terjadinya anak terpapar stunting.

Acara yang digelar bersamaan dengan Dies Natalis ke-2 ITB Muhammadiyah Grobogan ini dibuka oleh Wakil Bupati Grobogan Bambang Pujiyanto. Ia menyampaikan rasa optimisnya bahwa prevalensi stunting bisa turun sesuai harapan pemerintah.

"Pada 2021, prevalensi stunting di Kabupaten Grobogan mencapai 9,8 persen. Untuk tahun ini, kami berharap bisa menurunkan angka stunting hingga nol persen," ujar Bambang.

Sementara itu, mitra kerja BKKBN, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto, turut mendukung kegiatan tersebut sebagai sarana sosialisasi tentang stunting kepada masyarakat.

"Menjadi kesepakatan bagi kita bersama untuk memerangi stunting, karena kita harus wujudkan generasi bebas dari stunting," ujar Edy.

Sebelumnya, Hasto beserta Komisi IX DPR RI juga berkunjung ke Puskesmas Purwodadi 1 untuk memberikan pelayanan KB. Ia berpesan pentingnya ber-KB untuk mencegah stunting, termasuk menekan risiko terjadinya stunting dengan menghindari 4T.

"Melalui ber-KB, jumlah kelahiran bisa diatur, termasuk jarak kehamilan dengan minimal jarak tiga tahun agar bisa lebih terkontrol, sehingga nantinya keluarga menjadi lebih sejahtera dan berkualitas," kata Hasto.*

Baca juga: BKKBN: Tim pendamping harus beri contoh keluarga yang bahagia & sehat

Baca juga: Kepala BKKBN sebut ilmu dalam agama Islam sudah ajarkan tak nikah muda

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024