Kabul (ANTARA News) - Seorang perwira polisi wanita cedera dalam penembakan di Afghanistan, Minggu, dua bulan setelah pendahulunya tewas dalam serangan serupa, kata sejumlah pejabat.

Usaha pembunuhan terakhir itu menggarisbawahi kekhawatiran mengenai keselamatan dan peranan wanita ketika pasukan asing bersiap-siap meninggalkan Afghanistan tahun depan, lapor Reuters.

Letnan Negara tertembak dalam serangan ketika ia dibonceng sepeda-motor oleh kerabat prianya menuju tempat kerjanya di Lashkar Gah, ibu kota provinsi Helmand, Afghanistan selatan.

Ia dibawa ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan dan diharapkan bisa sembuh dan pulih, kata Omar Zwak, juru bicara gubernur provinsi itu.

Pendahulu Negara yang juga polwan, Letnan Islam Bibi, ditembak mati dalam kondisi yang hampir sama pada awal Juli.

Bibi juga dibonceng sepeda-motor oleh kerabat prianya menuju tempat kerjanya ketika orang-orang bersenjata tak dikenal menembak mati dirinya.

Gerilyawan Taliban sering menyerang pejabat wanita senior yang bekerja untuk pemerintah Afghanistan dukungan AS, namun sejumlah serangan terkait dengan kerabat pria konservatif yang marah karena wanita pergi bekerja.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.

Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk diantara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013