Kupang (ANTARA News) - Staf Ahli Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Bidang Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Djoharis Lubis, menyatakan bahwa tidak ada kelaparan di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti dilaporkan ke kantor kementeriannya. "Saya dan teman-teman dari departemen terkait sudah mengecek keadaan di lapangan, dan ternyata laporan itu bohong," kata Lubis di Kupang, Senin, setelah Sabtu damn Minggu pekan lalu meninjau lokasi yang dilaporkan sedang dilanda kelaparan dan gizi buruk di Kabupaten Belu. Lubis mengemukakan, kehadirannya bersama tim diperintahkan oleh Sekretaris Menko Kesra untuk mencek ulang laporan tentang kelaparan dan gizi buruk di daerah itu. Ia didampingi sejumlah pejabat dari Ditjen Bantuan Sosial Departemen Sosial, Direktorat Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan, staf khusus Menteri Pertanian dan Departemen Dalam Negeri. Tim antar-departemen itu sempat meninjau empat desa di Kecamatan Malaka Barat, dua desa di Kecamatan Malaka Tengah dan satu desa di Kecamatan Weliman Kabupaten Belu. "Kami sudah lihat kondisi ketahanan pangan masyarakat di tiga kecamatan itu. Cukup baik karena terlihat banyak jagung, beras, pisang dan bahan lainnya di rumah-rumah penduduk," katanya. Selain itu, katanya, mereka sempat berdiskusi dengan masyarakat di daerah yang dilaporkan dilanda kelaparan dan gizi buruk dan memperoleh kejelasan bahwa infomasi kelaparan itu tidak benar. Bahkan, lanjut dia, masyarakat menunjuk lahan persawahan dengan kondisi padi sedang menguning, di pasar-pasar terdapat jagung, pisang, ternak ayam dan sapi yang dijual. "Kami juga sudah berkoordinasi dengan Bupati Belu, Drs Joachim Lopez. Yang pasti, tidak ada kelaparan disana, hanya ada kemungkinan rawan pangan, jika terjadi bencana alam," ujarnya. Ia menegaskan, pemerintah pusat, Provinsi NTT maupun Kabupaten Belu telah mengupayakan langkah-langkah pencegahan rawan pangan dan gizi buruk seperti pembangunan Bendungan Benanain di Belu bagian selatan dan sejumlah bendung di lokasi lain. Pemerintah juga telah memberikan bibit tanaman pangan dan bantuan prasarana kesehatan guna mengatasi kasus gizi buruk yang pernah terjadi di tahun lalu. "Memang dulu ada kasus gizi buruk dan kondisi rawan pangan, tetapi sudah diatasi melalui program pemerintah yang dilaksanakan secara terpadu. Sekarang tidak ada lagi kecuali potensi rawan pangan apabila terjadi bencana alam," ujarnya. Menurut dia, sejumlah wilayah itu penduduknya dikatakan berpotensi rawan pangan, karena mengacu ke peristiwa sebelumnya, yakni kerusakan tanaman akibat bencana banjir dan angin kencang di musim hujan akhir tahun 2005. Saat itu, katanya, terjadi kerusakan tanaman di 32 desa pada 11 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Belu, yang menyerang 548,50 hektar lahan padi, 6.956,86 hektar jagung dan 360 hektare ubi-ubian. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006