Denpasar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Bali secara resmi menarik pungutan wisatawan mancanegara (wisman) sebesar Rp150 ribu per orang mulai 14 Februari 2024.

Ini merupakan pungutan wisatawan asing oleh pemerintah daerah pertama di Indonesia, setelah melalui perjalanan yang panjang.

Setidaknya kebijakan itu bermula ketika ada Undang-Undang (UU) Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Kala itu, dalam UU tersebut dana perimbangan yang salah satunya dari dana bagi hasil, bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

Saat ini, UU itu sudah tidak berlaku dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dana bagi hasil dalam UU hasil revisi itu masuk dalam kategori transfer keuangan daerah yang intinya tak jauh berbeda dengan aturan sebelumnya yakni dana bagi hasil terdiri dari pajak dan sumber daya alam.

Ada pun dana bagi hasil dari sumber daya alam berasal dari kehutanan, perikanan, mineral dan batu bara, minyak bumi, dan gas bumi.

Untuk daerah yang memiliki sumber daya alam, tentunya dana bagi hasil yang sudah diatur dalam undang-undang diharapkan dapat menjadi landasan dalam upaya perlindungan setelah potensi kekayaan alam daerah itu dieksplorasi.

Namun, kondisi itu berbeda dengan Provinsi Bali yang tidak banyak memiliki sumber daya alam seperti pertambangan di antaranya minyak dan gas bumi, batu bara, mineral serta panas bumi.

Pulau Dewata mayoritas ekonominya bergerak dari sektor pariwisata yang dihidupkan oleh pemandangan alam, budaya, adat dan tradisi Bali dengan keunikan yang berbeda dari destinasi lain di seluruh dunia.

Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno pariwisata Bali memiliki peran sentral bagi geliat pariwisata tanah air yang ditunjukkan dengan kunjungan turis mancanegara di Indonesia pada 2023 mencapai 9,5 juta orang, sebanyak 5,3 juta di antaranya berkunjung di Bali.

Bahkan, Sandiaga menyebutkan dari total sekitar 20 miliar dolar AS pendapatan devisa pariwisata Indonesia per tahun, Bali berkontribusi sebesar 50 persen.

 

Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya (keempat kanan) berpose bersama instansi terkait lainnya pada pelucuran pungutan wisatawan asing di Sanur, Denpasar, Senin (12/2/2024) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
 

Babak baru

 

Upaya pemerintah daerah, wakil rakyatnya hingga sejumlah elemen masyarakat memperjuangkan hasil yang bisa dipetik dari kue pariwisata itu akhirnya terjawab setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali.

Pada pasal 8 UU itu, Pemerintah Daerah Provinsi Bali dapat memperoleh sumber pendanaan untuk perlindungan budaya dan lingkungan alam salah satunya dari pungutan wisatawan asing.

Dari UU itu, kemudian terbit aturan turunan di Bali yakni Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2023 tentang pungutan bagi wisatawan asing untuk perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali.

Kebudayaan dan lingkungan alam Bali yang sudah dinikmati dalam industri pariwisata, kini dapat dilindungi dengan lebih optimal melalui pendanaan berdikari dari pungutan wisman itu tanpa perlu berebut dengan pos belanja lain yang memiliki prioritas masing-masing di APBD.

Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya mengungkapkan Pemprov Bali memiliki keterbatasan fiskal di APBD Provinsi Bali dalam program perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali secara berkelanjutan.

Ada sejumlah program yang perlu digenjot di antaranya merestorasi warisan lontar, berbagai situs budaya, adat istiadat dan kesenian.

Kemudian menjaga lingkungan alam perlu lebih serius dalam mengatasi masalah sampah, penghijauan, pengendalian dan pemanfaatan tata ruang serta peningkatan kualitas pelayanan pariwisata Bali.

Dengan pungutan wisman itu, Pemprov Bali memiliki ruang fiskal termasuk untuk membenahi daya tarik wisata, infrastruktur, jalan hingga promosi pariwisata.
 

Warga menunjukkan tampilan aplikasi Love Bali yang menjadi salah satu kanal utama pembayaran pungutan wisatawan asing secara nontunai di Denpasar, Bali, Selasa (13/2/2024) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
 

Cara bayar

Wisatawan asing dapat melakukan pembayaran pungutan sebesar Rp150 ribu per orang secara nontunai sebelum tiba atau minimal sebelum memasuki pintu kedatangan wisatawan asing di Pulau Dewata.

Dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 36 tahun 2023 tentang tata cara pembayaran pungutan bagi wisatawan asing menyebutkan pungutan itu dikenakan kepada wisatawan asing yang langsung dari luar negeri atau secara tidak langsung melalui wilayah lain di Indonesia.

Pembayaran dapat dilakukan di antaranya melalui sistem Love Bali pada laman lovebali.baliprov.go.id atau aplikasi Love Bali.

Pada laman itu, wisatawan asing terlebih dahulu memilih metode pembayaran misalnya kartu kredit dengan empat penyedia jaringan internasional dan satu penyedia jasa pembayaran nasional.

Kemudian, bisa juga transfer bank, kanal BPD Bali atau melalui pembayaran cepat berbasis kode batang atau barcode dengan QRIS.

Setelah itu, wisatawan mengisi identitas yakni nama sesuai paspor, alamat surat elektronik (email), nomor paspor dan tanggal kedatangan.

Setelah pembayaran sukses, maka wisatawan asing itu bukti pembayaran secara digital melalui email tersebut.

Kemudian bukti pembayaran digital itu wajib dipindai di pintu kedatangan wisatawan asing setelah mereka menyelesaikan pemeriksaan dokumen perjalanan.

Selain melalui cara digitalisasi itu, pembayaran juga dapat dilakukan di tempat lainnya yakni saat akan memasuki pintu kedatangan wisatawan asing dengan membayar di tempat yang disediakan dengan skema nontunai.

Kemudian pembayaran juga dapat dilakukan melalui aplikasi Love Bali End Point untuk agen di kapal pesiar, akomodasi perhotelan, agen perjalanan wisata baik daring atau konvensional, dan daya tarik wisata.

Ada pun tujuh kategori WNA yang mendapat pengecualian dari pungutan yakni pemegang visa diplomatik dan resmi, kru pada alat transportasi angkut/alat angkut, pemegang kartu izin tinggal sementara (kitas) atau kartu izin tinggal tetap (kitap).

Kemudian, pemegang visa penyatuan keluarga, pemegang visa pelajar, pemegang golden visa, pemegang jenis visa lainnya (jenis visa bisnis).

Arsip foto - Wisatawan asing tiba di Pelabuhan Sanur, Denpasar, Bali, Selasa (6/2/2024) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
 

Wisman antusias

 

Dana yang terkumpul itu ditampung oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali sebagai bank persepsi dan BUMD yang mengelola rekening kas umum daerah.

Direktur Utama BPD Bali I Nyoman Sudharma mengungkapkan uji coba operasional telah dilaksanakan pada 7 Februari 2024 untuk menguji keandalan sistem mengingat rata-rata per hari untuk kedatangan wisman khususnya di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai mencapai sekitar 15 ribu orang.

Sejak uji coba itu, wisatawan asing sudah mulai membayar pungutan sebelum mereka tiba di Bali dengan capaian sebesar Rp1,4 miliar dari 9.220 orang wisman hingga 12 Februari 2024.

Pungutan wisman yang diterima sebelum implementasi itu menandakan turis asing antusias dengan kebijakan tersebut dan setidaknya mereka tersosialisasi.

Meski merupakan hal yang baru di Indonesia, namun pungutan wisatawan asing itu merupakan model yang sudah banyak diterapkan di sejumlah destinasi wisata dunia.

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana mencatat cara serupa juga diterapkan di Amsterdam, Belanda yang menerapkan tarif penumpang pesiar sebesar 11 euro atau sekitar Rp185 ribu dan pajak kamar hotel sebesar 12,5 persen.

Kemudian, di Barcelona dan Valencia di Spanyol menerapkan biaya kamar per malam mencapai 3,25 euro, Bhutan menerapkan biaya kunjungan per hari sebesar 100 dolar AS untuk turis dewasa dan 50 dolar untuk anak-anak.

Selanjutnya di Venesia menerapkan pajak 5 euro untuk melihat situasi warisan dunia UNESCO dan Thailand menerapkan pajak jalur udara sebesar 300 baht atau sekitar Rp131 ribu per orang dan pajak jalur darat sebesar 150 baht.

 

Transparansi pungutan

 

Mekanisme pungutan wisman itu perlu penyempurnaan untuk menambah kenyamanan wisatawan asing agar tidak terjadi antrean panjang apabila wisman baru membayar saat memasuki pintu kedatangan wisman di Bali.

Diharapkan pembayaran itu tidak harus dilakukan di pintu masuk Bali namun lebih utama dilakukan sebelum keberangkatan ke Bali atau melalui end point di hotel dan destinasi wisata.

Tak hanya itu, mesin pemindaian bukti pembayaran perlu diperluas tak hanya fokus di pintu kedatangan di bandara atau pelabuhan kapal pesiar tapi juga di pintu kedatangan misalnya di Pelabuhan Gilimanuk, karena tidak menutup kemungkinan wisatawan asing masuk Bali melalui wilayah lain di tanah air.

Di sisi lain, Pemprov Bali perlu melakukan transparansi terkait dana yang terkumpul dan penggunaan dana pungutan wisman itu.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Cokorda Bagus Pemayun menyebutkan transparansi pungutan wisman akan dilakukan melalui aplikasi Love Bali semua masyarakat juga dapat memantau penggunaannya.

Setidaknya perlu waktu tertentu misalnya enam bulan atau satu tahun setelah implementasi, untuk menantikan sepak terjang pemanfaatan pungutan wisatawan asing itu demi kelestarian budaya dan lingkungan alam Pulau Dewata.

Editor: Sri Haryati
Copyright © ANTARA 2024