Beijing (ANTARA) - Para ilmuwan China menggunakan satelit ilmu bumi SDGSAT-1 sebagai alat untuk mengelola dampak dari sumber penerangan modern terhadap lingkungan perkotaan.

Studi ini, yang dilakukan oleh para ilmuwan dari Institut Penelitian Informasi Dirgantara (Aerospace Information Research Institute/AIR) di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences/CAS), dipublikasikan belum lama ini di International Journal of Digital Earth.

Menurut studi tersebut, kebutuhan konstan akan dekarbonisasi telah menyebabkan penggantian cahaya buatan pada malam hari (artificial light at night/ALAN) dengan dioda pemancar cahaya (light-emitting diode/LED), yang menyebabkan polusi cahaya biru dan efek-efek negatif terkait.

Akibatnya, terdapat kebutuhan mendesak untuk mengembangkan teknik diskriminasi yang cepat, akurat, dan berskala besar dari berbagai sumber penerangan.

Para ilmuwan meyakini bahwa satelit SDGSAT-1 dapat memainkan peran ini dengan melengkapi data cahaya malam hari yang ada dengan fitur multispektral dan beresolusi tinggi.

Para ilmuwan menggunakan Beijing sebagai contoh, dan menemukan bahwa pendekatan mereka sangat efektif dalam membedakan berbagai jenis sumber cahaya, dengan akurasi keseluruhan mencapai 92 persen untuk ALAN dan 95 persen untuk lampu jalan.

Analisis gambar SDGSAT-1 mengungkapkan pola penerangan yang jelas dan berbeda, yang menunjukkan heterogenitas spasial pada ALAN di sepanjang Jalan Lingkar kelima Beijing, memberikan informasi berharga tentang bagaimana polusi cahaya bervariasi di berbagai area perkotaan.

Selain itu, para ilmuwan menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik di seluruh kelas jalan dan jenis lampu jalan, yang menggambarkan pengaruh perencanaan kota dan infrastruktur terhadap prevalensi teknologi pencahayaan tertentu.

"Studi ini menekankan peran penting SDGSAT-1 dalam menganalisis ALAN, memberikan wawasan yang berharga dalam manajemen pencahayaan perkotaan," ungkap studi tersebut.

Diluncurkan ke luar angkasa pada 5 November 2021, satelit SDGSAT-1 merupakan satelit sains antariksa pertama di dunia yang didedikasikan untuk melayani Agenda Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2030.

Satelit ini dirancang untuk menyediakan data pengamatan ruang angkasa untuk pemantauan, evaluasi, dan studi interaksi antara manusia, alam, dan pembangunan berkelanjutan, menurut pengembangnya, Akademi Ilmu Pengetahuan China.

September lalu, SDGSAT-1 menangkap atlas pertama di dunia yang berisi data pengindraan jauh cahaya malam hari di perkotaan, yang memberikan dukungan bagi penelitian pembangunan berkelanjutan di perkotaan. Atlas ini berisi data cahaya malam hari beresolusi 10 meter dari 147 kota di 105 negara di seluruh dunia.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2024