Halusinasi itu. Nama gue ada di situ, ya? Saya nggak nonton, ya
Jakarta (ANTARA) - Ketua Tim Kerja Strategis Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Bahlil Lahadalia, mengatakan bahwa film dokumenter "Dirty Vote" yang menarasikan dugaan kecurangan pada Pemilihan Umum 2024 merupakan halusinasi.

“Halusinasi itu. Nama gue ada di situ, ya? Saya nggak nonton, ya,” ujar Bahlil setelah menggunakan hak suaranya di TPS 04 Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu.

Menurut Bahlil, para pemeran yang terlibat di dalam film tersebut sudah memiliki preferensi ke salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Bahlil juga menyoroti perilisan film tersebut yang dilakukan pada masa tenang.

“Kok dibuat kayak gitu. Itu black campaign (kampanye hitam),” kata dia.

Film dokumenter "Dirty Vote" dirilis pada 11 Februari 2024 oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube.

Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Tiga pakar itu secara bergantian dan bersama-sama menjelaskan rentetan peristiwa yang diyakini bagian dari kecurangan pemilu. Dalam beberapa bagian, beberapa pakar juga mengkritik Bawaslu yang dinilai tidak tegas dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran pemilu.

Alhasil menurut mereka, tidak ada efek jera sehingga pelanggaran pemilu cenderung terjadi berulang.

Dalam siaran tertulisnya, Dandhy Dwi Laksono sebagai sutradara "Dirty Vote" menyebut film itu bentuk edukasi untuk masyarakat yang pada 14 Februari 2024 menggunakan hak pilihnya pada pemilu.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," kata Dandhy.

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar dua minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis.

Pembuatannya film tersebut melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Dalam waktu kurang lebih lima jam setelah siar di YouTube, film itu saat ini telah dilihat 355.831 orang dan dan disukai oleh 51.294 pengguna YouTube. Sementara hingga Selasa pukul 19.00 WIB, film tersebut telah disaksikan sekitar 7,5 juta penonton.

Banyak pihak menilai perilisan film 'Dirty Vote" sebagai kampanye hitam (black campaign) jelang Pemilu 2024. Namun, Bawaslu justru menyarankan masyarakat untuk segera menonton film dokumenter tersebut.

"Kita menyarankan untuk segera ditonton karena ini menjadi autokritik terhadap proses penyelenggaraan pemilu di kita (Indonesia)," kata anggota Bawaslu Lolly Suhenty di kawasan Gambir, Jakarta, Selasa (13/4).

Menurut Lolly, ia menjadikan kritik dari film dokumenter tersebut sebagai bagian refleksi dan evaluasi.

"Tetapi dalam konteks kinerja Bawaslu, maka kami tentu saja siap mempertanggungjawabkan seluruh kinerja yang sudah dilakukan dalam konteks penanganan pelanggaran yang kemudian dibidik dalam film itu," ujarnya.

Baca juga: Menko PMK sesalkan "Dirty Vote" dirilis saat masa tenang Pemilu 2024

Baca juga: Luhut Panjaitan sebut banyak kebohongan dalam film "Dirty Vote"

Baca juga: Moeldoko nilai "Dirty Vote" harus bisa dipertanggungjawabkan 

Baca juga: Presiden Jokowi mengaku belum menonton "Dirty Vote"

Baca juga: Edy Rahmayadi: Film "Dirty Vote" edukasi rakyat

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024