Jakarta (ANTARA News) - Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang diserahkan kepada rakyat Aceh pada 3 Agustus 2006 dinilai Pemerintah Pusat wajar bila belum memuaskan semua pihak, dan semua masukan bagi kesempurnaan UUPA itu akan ditampung, dan jika perlu direvisi, kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra. "Memang kita menyadari hal itu bahwa UU itu tidak memuaskan wajar saja. Semua masukan kita tampung, analisis, pelajari, kalau perlu revisi," katanya di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa, usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Yusril menilai, wajar jika ada pihak-pihak yang tidak puas terhadap UUPA, mengingat naskah UU itu sendiri dihasilkan dari banyak perdebatan, serta kompromomi-kompromi politik dengan DPR. Sambil menyilakan pihak-pihak yang tidak puas menyampaikan aspirasinya, Yusril mengingatkan bahwa proses tersebut tetap harus dilakukan dalam koridor yang berlaku. "Kalau ada usul perubahan tentu harus mengikuti prosedur UU, artinya inisiatif itu bisa datang dari DPRD Aceh, disampaikan kepada DPR pusat, atau inisiatif itu datang dari pemerintah," ujarnya. Mensesneg mengatakan, yang terpenting saat ini adalah hasil maksimal yang telah dicapai melalui kesepakatan yang tertuang dalam naskah UUPA dilaksanakan terlebih dahulu sambil berbagai revisi dilakukan, termasuk tentang penyebutan Aceh. "Undang-undang itu kita laksanakan lebih dahulu, sambil melakukan revisi-revisi. Seperti kita ketahui bersama, UU itu nama Aceh pun akan ditentukan kemudian. DPRD Aceh nanti setelah pemilu juga akan mengusulkan nama Aceh itu," katanya. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M. Ma`ruf pada 3 Agustus 2006 telah menyerahkan UUPA kepada rakyat Aceh yang diterima Ketua DPRD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sayed Fuad Zakaria, di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006