Prosedur pelayanan kereta api yang tertuang di dalam prosedur masing-masing stasiun tidak mengakomodir komunikasi antara blok elektrik dengan mekanik
Jakarta (ANTARA) - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merekomendasikan pembaruan standard operating procedure (SOP) kepada PT Kereta Api Indonesia (persero) agar mencakup prosedur komunikasi untuk pelayanan yang melibatkan hubungan antara peralatan blok elektrik dengan mekanik menggunakan sistem interface.

“Prosedur pelayanan kereta api yang tertuang di dalam prosedur masing-masing stasiun tidak mengakomodir komunikasi antara blok elektrik dengan mekanik,” ujar Plt. Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian KNKT Gusnaedi Rachmanas dalam konferensi pers bertajuk, “Laporan Akhir Hasil Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian” di Jakarta, Jumat.

Adapun salah satu prosedur yang menurut KNKT dapat dimasukkan ke pembaruan SOP adalah keharusan bagi PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) untuk melakukan konfirmasi sebelum memberangkatkan kereta api.

Pemberlakuan konfirmasi ini sudah diterapkan oleh PT Kereta Api Indonesia Daop 2 Bandung pada tanggal 6 Januari 2024, tepat sehari setelah kecelakaan kereta api di Cicalengka, Jawa Barat, yang melibatkan KA 350 CL Bandung Raya dan KA 65A Turangga pada 5 Januari 2024.

“PT KAI Daop 2 Bandung telah melakukan tindakan keselamatan berupa instruksi wajib menggunakan tanya jawab ‘aman’ melalui warta KA untuk pelayanan perjalanan KA Stasiun Cicalengka-Stasiun Haurpugur,” kata Edi.

Baca juga: Investigasi KNKT: Anomali sinyal jadi penyebab laka KA di Cicalengka

Baca juga: KAI sebut telah berikan data sepenuhnya soal kecelakaan Cicalengka


Edi menilai bahwa tindakan tersebut harus tercantum dalam SOP PT KAI untuk mencakup pelayanan peralatan blok yang menggunakan sistem interface di seluruh Indonesia, tidak hanya di cakupan wilayah PT KAI Daop 2 Bandung.

Pernyataan tersebut ia sampaikan terkait laporan akhir tim investigasi KNKT mengenai kecelakaan kereta api di Cicalengka, Jawa Barat.

Hasil investigasi tersebut menunjukkan bahwa anomali berupa uncommanded signal dan confirmation bias PPKA masing-masing stasiun menjadi penyebab kecelakaan antarkereta api tersebut.

Edi, sapaan akrab Gusnaedi, menjelaskan bahwa terdapat perbedaan sistem blok antara Stasiun Haurpugur dengan Stasiun Cicalengka. Stasiun Haurpugur menggunakan sistem blok elektrik, sedangkan Stasiun Cicalengka menggunakan sistem blok mekanik.

Untuk menghubungkan kedua sistem tersebut, kata Edi, maka digunakan sebuah perangkat interface di Stasiun Cicalengka. Komunikasi antara PPKA masing-masing stasiun dengan jenis blok yang berbeda tersebutlah yang belum memiliki SOP.

“Hal ini juga dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan masing-masing stasiun,” kata Edi.

Lebih lanjut, KNKT juga merekomendasikan kepada PT KAI untuk memastikan terlaksananya sistem pelaporan potensi bahaya.

“Setiap potensi bahaya yang telah diidentifikasi, dikomunikasikan kepada SDM operasional pelayanan perjalanan kereta api sebagai bagian dari penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Perkeretaapian,” kata Edi.

Baca juga: KNKT periksa data logger sampai saksi tabrakan KA di Cicalengka

Baca juga: Jasa Raharja menjamin korban kecelakaan KA di Bandung dapat santunan

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024