Makassar (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan Wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (OJK Sulsebar) mendorong Program Klasterisasi UMKM untuk menjembatani ketimpangan antara share kredit terhadap potensi unggulan daerah.

"Selain itu, mempertemukan UMKM dengan perusahaan offtaker yang bertindak sebagai standby buyer, sehingga produk dapat terserap dengan harga pasar," kata Kepala Perwakilan OJK Sulselbar Darwisman dalam keterangan persnya di Makassar, Senin.

Dia mengatakan, dengan sistem klaster, assessment dan administrasi bisa dilakukan sekaligus dalam satu rombongan, bank tidak perlu mencari dan berhadapan dengan nasabah secara individu, tapi melalui kelompok.

Dengan demikian, lanjut dia, setelah dana kredit dicairkan, pengawasan usaha dan ketertiban pengembalian kewajiban/angsuran bisa diserahkan kepada kelompok, menggunakan pembayaran satu pintu, skema tanggung renteng, maupun "skema waterfall" dengan melibatkan off taker, sehingga risiko bagi bank termitigasi.

Termasuk juga terdiversifikasi melalui Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) maupun Asuransi Usaha Tani Sapi (AUTS). Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan "creditworthiness" UMKM.

Melalui sistem klaster ini, kata Darwisman, Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dapat memberantas rentenir dengan mengurangi hambatan akses kredit perbankan pada sisi suplai.

Termasuk sekaligus memberantas praktik Ijon yang merugikan petani melalui off taker pada sisi demand.

"Saat ini, sudah terbentuk 795 Klaster dengan total plafond kredit yang disalurkan sebesar Rp482,35 miliar bagi 13.664 UMKM," katanya.

Program Hapus Ikatan Rentenir di Sulawesi (PHINISI), lanjut dia, juga telah diterapkan untuk memberantas praktik ijon/rentenir/tengkulak yang marak terjadi di kalangan UMKM, petani, dan nelayan.

Intuk itu , telah diluncurkan Program Hapus Ikatan renteNir dI sulaweSI (PHINSI) dengan menggandeng BRI, BNI, Bank Mandiri, BSI dan PT BPD Sulselbar dengan mensingkronisasikan Produk baru maupun eksisting yang Berbiaya Rendah, Proses Pencairan Cepat, maupun keduanya.

Rentenir yang banyak menyasar pedagang pasar, nelayan, petani yang diijon, di-counter dengan keberadaan Bank yang fokus pada UMKM, dilakukan “jemput bola” ke pasar dan tempat lain secara harian, dengan memanfaatkan jaringan kantor yang tersebar di setiap daerah.

Dengan jaringan layanan yang lebih luas, kapasitas penyediaan dana yang lebih besar, proses kredit yang lebih mudah & cepat, serta dengan biaya yang rendah diharapkan dapat menghilangkan ketergantungan para UMKM kepada rentenir.

Dengan demikian, semakin banyak masyarakat, pedagang, nelayan, petani maupun kelompok/klaster UMKM yang mendapatkan akses keuangan formal.

Adapun Realisasi Program PHINISI tahun 2024 telah mencapai 578.293 rekening dengan akumulasi plafond sebesar Rp18,64 triliun.


Baca juga: Gubernur BI sebut pentingnya klasterisasi untuk majukan UMKM


Baca juga: BNI andalkan klasterisasi untuk mempertajam penyaluran KUR

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2024