Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa memanggil Sekretaris Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Sulistyono untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Sulistyono selaku Sekretaris BPPD Sidoarjo," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Selain itu penyidik KPK hari ini juga memanggil Kepala Bidang Pendapatan Daerah 1 (PD1) BPPD Kabupaten Sidoarjo Abdul Muntolip serta Kepala Bidang Pendapatan Daerah 2 (PD2) BPPD Kabupaten Sidoarjo Setya Hamka.

Meski demikian Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut soal informasi apa saja yang akan didalami oleh tim penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut.

Sebelumnya penyidik KPK juga telah memeriksa Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono pada Jumat (16/2). Meski demikian usai diperiksa oleh penyidik Ari tidak berkomentar soal pemeriksaannya oleh KPK.

Baca juga: Praperadilan Harun Masiku ikhtiar adili secara "in absensia"

Untuk diketahui, KPK pada 29 Januari 2024 menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menerangkan penetapan tersangka terhadap Siska Wati berawal dari laporan masyarakat soal dugaan korupsi berupa pemotongan insentif dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.

Laporan tersebut kemudian dipelajari oleh tim KPK dan pada Kamis (25/1) diperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai pada SW.

Atas dasar informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di wilayah Kabupaten Sidoarjo.

Dalam OTT tersebut ini diamankan uang tunai ini sejumlah sekitar Rp69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sejumlah sekitar Rp2,7 miliar di tahun 2023.

Para pihak tersebut berikut barang buktinya kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan hingga akhirnya dilakukan penetapan status tersangka terhadap Siska Wati.

Ghufron menerangkan kasus tersebut berawal pada tahun 2023. Saat itu besaran pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo mencapai Rp1,3 triliun dan atas perolehan tersebut ASN yang bertugas di BPPD akan mendapatkan dana insentif.

Namun Siska Wati selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus bendahara secara sepihak melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut.

Permintaan potongan dana insentif ini disampaikan secara lisan oleh SW pada para ASN di beberapa kesempatan dan adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi diantaranya melalui percakapan WhatsApp.

Besaran potongan yang dikenakan mencapai 10-30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.

Penyerahan uang tersebut dilakukan secara tunai dan dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk yang berada di bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

Khusus di tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.

Sebagai bukti permulaan awal, besaran uang Rp69,9 juta yang diterima SW akan. dijadikan pintu masuk untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut.

Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP..

Baca juga: Pungli di Rutan KPK seharusnya masuk ranah korupsi
Baca juga: KPK periksa Kepala BPPD Sidoarjo soal aliran dana terkait korupsi

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024