Penajam Paser Utara (ANTARA) - Zulfan (26) dengan teliti memilah kepiting hasil tangkapannya semalam. Sejumlah ekor kepiting diletakkannya di keranjang berwarna hijau yang bertumpuk, diikat berkelindan satu sama lain. Satu keranjang berisi kepiting hidup itu memiliki berat sekitar 25 kilogram (kg).

Kepiting menjadi satu-satunya hasil tangkapan nelayan pesisir Pantai Lango yang siap dikirim ke Jakarta, untuk selanjutnya diekspor ke Hong Kong dan Singapura.

Di tengah sinar matahari yang cukup menyengat dengan hembusan angin laut, Zulfan melanjutkan untuk menutup keranjang agar kepiting tetap terhindar dari panas. Sebab, hewan arthropoda itu bakal mati bila terpapar cahaya matahari terlalu lama.

Tak hanya kepiting, hasil tangkapan utama para nelayan di pesisir Pantai Lango ini juga udang, ikan tenggiri, ikan tongkol, ikan kerapu, dan ikan kakap.

Zulfan merupakan salah satu nelayan yang tinggal di Kampung Nelayan Pantai Lango yang terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Kampung yang berjarak sekitar 80 kilometer dari Balikpapan ini termasuk wilayah pesisir Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Belakangan ini, seiring dengan pembangunan IKN cukup berdampak terhadap gelombang perubahan pada kehidupan komunitas nelayan yang sudah lama menjadi penjaga pesisir Penajam itu.
 
Zulfan (26) tengah memilah kepiting hasil tangkapan untuk dikirim ke Jakarta, Pantai Lango, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (17/2/2024) (ANTARA/Bayu Saputra)


Pembangunan infrastruktur jembatan hingga pelabuhan penunjang logistik IKN berdampak terhadap kehidupan sehari-hari nelayan di pesisir.

Diiringi semilir angin laut, Ketua Kelompok Nelayan Pantai Lango, Haji Sada (41) menceritakan, sejak adanya rencana pembangunan ibu kota baru, kekhawatiran mulai merayap di antara para nelayan Pantai Lango.

Ketika  alat-alat berat untuk membangun konstruksi kerap beroperasi, para nelayan menghadapi tantangan baru dalam mencari ikan. Perairan yang sebelumnya subur menjadi terganggu oleh aktivitas konstruksi. Kondisi itu memaksa mereka untuk berlayar lebih jauh ke laut untuk mendapatkan tangkapan yang cukup.

Nelayan Pantai Lango tak gentar menghadapi perubahan ini. Mereka terus berjuang, menjaga mata pencaharian demi memberi makan bagi keluarga mereka meski ada penurunan hasil tangkapan para nelayan.   

Kendati pembangunan inti berada cukup jauh dari Pantai Lango, namun proyek infrastruktur akses jembatan serta transportasi kapal yang hilir mudik melewati perairan Teluk Balikpapan cukup berdampak terhadap aktivitas  nelayan dalam menangkap ikan.

Sebelum adanya proyek, para nelayan Pantai Lango mampu menangkap sekitar 10 kg udang dalam sekali berlayar, namun sekarang rata-rata hanya dapat menangkap 3-5 kg.

Begitu juga dari segi omzet, sebelumnya nelayan dapat menghasilkan Rp600 ribu sekali berlayar, namun sekarang rata-rata hanya mendapatkan Rp300 ribu. Itu pun harus dibagi  dan dikurangi untuk biaya solar perahu motor yang mereka gunakan.

Sembari menyesap secangkir kopi, Haji Sada mengemukakan bahwa sejak peletakan batu pertama proyek IKN, banyak nelayan yang beralih profesi menjadi pekerja proyek.

Dia tidak ingat pasti jumlahnya, namun sebelum ada IKN, terdapat sekitar 250 nelayan yang terdaftar di Kampung Nelayan Pantai Lango. Tapi saat ini hanya 150 nelayan. Nelayan yang beralih menjadi pekerja proyek mayoritas  para nelayan yang masih muda.

Anak dari Haji Sada sendiri, Zulfan pernah bekerja di perusahaan minyak di perairan Teluk Balikpapan selama empat tahun, sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali melaut membantu ayahnya.

Kawan-kawan sepantarannya juga banyak yang meninggalkan profesi nelayan untuk bekerja di bidang konstruksi. Sebagian merasa betah, namun juga tak sedikit yang memutuskan untuk kembali menjadi nelayan karena ketidakcocokan ritme kerja.

Haji Sada menjelaskan, sebelum adanya proyek IKN pun, para nelayan sebenarnya sudah dihadapkan dengan beroperasinya banyak perusahaan yang bergerak di bidang industri minyak, batubara dan nikel di sekitaran pesisir Teluk Balikpapan.

Dengan beroperasinya perusahaan itu, wilayah perairan tempat nelayan mencari ikan kian menyempit hingga berujung pada menurunnya jumlah tangkapan. Pengoperasian alat berat itu membuat getaran yang mengganggu ikan di bawah dan operasional proyek-proyek itu melewati jalur udang.
 
Haji Sada (41) sebagai Ketua Kelompok Nelayan Pantai Lango, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (17/2/2024) (ANTARA/Bayu Saputra)


Memperluas lapangan kerja

Pembangunan IKN diakui berimbas pada penurunan hasil tangkapan nelayan, tapi di sisi lain kehadiran IKN turut memperluas peluang lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Banyak lowongan pekerjaan di bidang konstruksi turut berkontribusi menekan angka pengangguran bagi warga Pantai Lango.

Hingga Oktober 2023, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat proyek pembangunan IKN telah menyerap 12.123 tenaga kerja konstruksi.

Selain itu, pembangunan IKN juga membuka pasar penjualan ikan yang lebih luas di Pantai Lango. Banyak dari usaha katering proyek yang memesan ikan dari para pengepul di Kampung Nelayan.

Meningkatnya pesanan itu membuat harga ikan menjadi naik. Saat ini harga ikan kakap dan udang mencapai Rp75 ribu per kg, naik dari harga sebelumnya yang sebesar Rp60 ribu per kg. Perluasan pasar semacam ini menjadi keuntungan tersendiri bagi para nelayan, meskipun diikuti dengan menurunnya jumlah tangkapan per harinya.

Pembangunan IKN turut membangkitkan geliat ekonomi baru di Desa Pantai Lango. Banyak dari masyarakat sekitar yang berbondong-bondong membuka usaha warung hingga katering. Di sepanjang pesisir juga banyak ditemui rumah atau pondok-pondok yang dikontrakkan bagi untuk para pekerja konstruksi.

Darwis (41),  salah satu pemilik kontrakan mengatakan bahwa dirinya mampu meraup omzet Rp10 juta per bulan dengan menyediakan tempat tinggal bagi para pekerja proyek jembatan duplikasi bentang pendek Pulau Balang. 

Senada dengan hal itu, Jumri (70), salah satu nelayan Pantai Lango, mengakui bahwa penduduk pesisir juga merasakan dampak positif pembangunan IKN. Proyek IKN membawa pemerataan infrastruktur serta memberikan asa baru bagi para nelayan akan fasilitas yang jauh lebih memadai.

Para nelayan Pantai Lango telah hidup dalam keterbatasan infrastruktur dan akses selama bertahun-tahun. Dengan adanya pembangunan IKN, mereka berharap ada peluang yang lahir untuk perubahan lebih baik dalam pemerataan infrastruktur. Pembenahan jalan raya untuk akses sehari-hari masyarakat merupakan salah satu contoh dari dampak positif pembangunan IKN.

Untuk itu, penduduk Kampung Nelayan Pantai Lango berharap pembangunan infrastruktur yang lebih baik dapat membuka peluang baru bagi mereka dalam bidang pariwisata dan perdagangan.

Kekhawatiran relokasi

Kampung Nelayan Pantai Lango telah lama menjadi rumah bagi puluhan keluarga nelayan yang menggantungkan hidup pada hasil laut. Karena itu, pembangun ibu kota di wilayah Penajam Paser Utara memang cukup menimbulkan kekhawatiran baru di antara para penduduk kampung akan kemungkinan relokasi.

“Kami hidup dari laut ini sudah lama. Ini adalah warisan nenek moyang kami bertahun-tahun lalu,” kata  Haji Sadi, meskipun dia sendiri juga tiak mengetahui kebenaran kabar tersebut. 
Jumri (70) dan Haji Sada (41) tengah mengobrol di Pantai Lango, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (17/2/2024) (ANTARA/Bayu Saputra)


Para penduduk Kampung Nelayan Pantai Lango tetap berharap bahwa proyek ini membawa perubahan positif bagi kehidupan mereka.Nnelayan Pantai Lango tetap kokoh berdiri sebagai penjaga pesisir kota Nusantara.

Mereka bukannya tak menerima perubahan dan pemerataan, melainkan hanya berharap pemerintah akan memperhatikan kebutuhan mereka serta memastikan bahwa mereka tak tertinggal dalam pembangunan yang tengah berlangsung.

“Ya  kami dari nelayan sini, maunya dari pemerintah, nelayan yang ada di Pantai Lango ini jangan direlokasi, tetapi kita tetap di Pantai Lango ini. Karena memang dari nenek moyang, kita sudah tinggal di sini,” ucap Haji Sadi mewakili nelayan lain.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024