Pergerakan hiu berjalan umumnya bisa dilihat saat malam hari
Manokwari (ANTARA) - Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) Provinsi Papua Barat dalam waktu dekat akan melaksanakan survei potensi dalam rangkaian pendataan terhadap populasi spesies endemik hiu berjalan.

"Ada spot-spot tertentu yang menjadi habitat hiu berjalan. Tidak semua kawasan Teluk Cendrawasih ada," kata Kepala Balai Besar TNTC Papua Barat Supartono di Manokwari, Rabu.

Ia menjelaskan bahwa spesies endemik itu disebut sebagai hiu berjalan karena gerakan siripnya seperti hewan melata terutama di perairan dangkal, dan pergerakannya biasa dilakukan pada malam hari.

Metode pendataan nantinya dilakukan dengan teliti sehingga dapat mengetahui populasi hiu berjalan serta sebaran habitat yang berada di seluruh kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih.

"Pergerakan hiu berjalan umumnya bisa dilihat saat malam hari," ujar Supartono.

Dia menyebut ada enam jenis hiu berjalan yang dijumpai di perairan Indonesia yaitu hemiscyllium freycineti (Raja Ampat), hemiscyllium galei (Teluk Cendrawasih), hemiscyllium henryi (Teluk Triton), henryi strahani (pesisir utara Papua), hemiscyllium halmahera, dan hemiscyllium trispeculare (Kepulauan Aru).

Baca juga: Penambangan pasir laut ancam habitat hiu berjalan dan pari manta

Dari enam jenis itu, empat jenisnya (hemiscyllium freycineti, galei, halmahera dan henryi) telah ditetapkan sebagai satwa endemik berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2023 tentang Perlindungan Penuh Ikan Hiu Berjalan.

"Salah satunya berada di perairan Teluk Cendrawasih," katanya.

Selain mendata spesies endemik hiu berjalan, pihaknya rutin melakukan patroli pengawasan serta pemantauan terhadap enam spesies prioritas lainnya yaitu hiu paus, ikan duyung, lumba-lumba, penyu, kima, dan junai emas.

Hal ini bermaksud untuk mengantisipasi berbagai potensi ancaman yang dapat mengakibatkan tujuh spesies prioritas di Taman Nasional Teluk Cendrawasih mengalami pengurangan populasi.

"Kegiatan patroli pengawasan dan pemantauan populasi kami lakukan secara rutin," ucap Supartono.

Saat ini, kata dia, Balai Besar TNTC telah melibatkan kelompok masyarakat lokal yang dibina untuk menyelamatkan penetasan telur penyu karena rentan diambil oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Baca juga: KKP tetapkan status perlindungan penuh untuk hiu berjalan

Masyarakat binaan nantinya mengumpulkan telur-telur penyu kemudian disimpan pada lokasi penetasan semi alami yang sudah ditentukan oleh Balai Besar TNTC.

"Kalau masyarakat binaan ke pulau, mereka akan bawa telur-telur penyu ke kampung dan diletakkan di tempat penetasan," kata dia.

Supartono juga mengakui selama ini wisatawan yang kerap berkunjung ke destinasi wisata Taman Nasional Teluk Cendrawasih berasal dari luar negeri.

Oleh sebabnya, Balai Besar TNTC berharap dukungan dari pemerintah daerah menyediakan sarana prasarana pariwisata yang menunjang kenyamanan bagi para wisatawan.

"Banyak sekali destinasi wisata yang berada di sekitaran kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih," sebut Supartono.

Baca juga: Pemerintah sepakati perlindungan hiu berjalan di Malut -Papua Barat
Baca juga: Lima spesies hiu berjalan ada di Indonesia

Pewarta: Fransiskus Salu Weking
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024