POJK kalau dilihat dari strata atau tata urutan peraturan perundang-undangan itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan bahwa Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan bukan bertujuan untuk melindungi konsumen atau debitur yang tidak beritikad baik.

"Saya rasa bapak dan ibu (pelaku usaha jasa keuangan/PUJK) dari awal itu benar-benar melakukan assessment secara ketat. Jangan sampai debitur dan konsumen nakal bisa bapak dan ibu layani. Karena kalau itu terjadi, nanti mesti ada risiko di belakangnya. Risiko kredit, risiko operasional, bahkan risiko reputasi," kata Kepala Departemen Pelindungan Konsumen OJK Rudy Raharjo dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.

Lebih lanjut, Rudy menjelaskan bahwa POJK No. 22 Tahun 2023 tidak boleh bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi termasuk Undang-Undang (UU) Jaminan Fidusia. Apabila konsumen terbukti wanprestasi, maka pemberi kredit dapat mengeksekusi atau menarik agunan sesuai dengan UU Jaminan Fidusia.

"POJK kalau dilihat dari strata atau tata urutan peraturan perundang-undangan itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya. Jadi POJK ini merujuk kepada UU P2SK, namun juga merujuk UU Jaminan Fidusia dan juga undang-undang tanggungan dan sebagainya yang terkait dengan perlindungan konsumen," kata Rudy.

Dia menekankan bahwa seluruh hak dan kewajiban antara konsumen maupun PUJK juga sudah termuat dalam POJK No. 22 Tahun 2023. Rudy mencontohkan pasal 7 yang memuat kewajiban PUJK untuk memastikan itikad baik konsumen. PUJK juga berhak mendapat pelindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik.

"Ini sebetulnya juga diatur dalam UU Jaminan Fidusia, di mana PUJK bisa melakukan tindakan-tindakan hukum lebih lanjut terkait dengan konsumen yang nakal atau yang tidak punya itikad baik, dan juga konsumen menyerahkan agunan yang bersumber dari tindak kejahatan. Ini yang ada di dalam pasal 6 dan 7," kata dia.

Apabila konsumen terbukti wanprestasi, maka PUJK wajib memberikan surat peringatan serta memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek. Dalam pembuktian wanprestasi, seperti yang tertuang dalam pasal 64, Rudy mengatakan bahwa putusan pengadilan merupakan salah satu pilihan dari penentuan terbuktinya wanprestasi.

Namun di sisi lain, seperti yang tertuang dalam pasal 4, Rudy mengingatkan bahwa PUJK juga wajib beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha atau memberikan layanan kepada konsumen secara tidak diskriminatif. Selain itu, PUJK wajib memastikan pihak ketiga atau yang mewakili kepentingan PUJK bisa memperlakukan atau melihat konsumen secara tidak diskriminatif.

"Kalau kita lihat lebih dalam lagi, hak dan kewajiban konsumen juga banyak, salah satunya adalah beritikad baik dalam menggunakan produk dan/atau layanan. Dan juga membayar sesuai dengan nilai atau harga dan/atau biaya produk dan/atau layanan yang disepakati dengan PUJK," kata Rudy.

Baca juga: OJK perkuat perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan
Baca juga: Wamendag: Lindungi konsumen dengan awasi barang sesuai K3L
Baca juga: OJK buat aturan baru guna perkuat perlindungan konsumen dan masyarakat

 

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024