Gambaran ini bisa juga dimaknai bahwa konstituen membutuhkan penyegaran top leader PKB
Jakarta (ANTARA) - Direktur Center of Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) Sholeh Basyari menilai Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menikmati hasil positif dari pengusungan Anies Baswedan sebagai calon presiden nomor urut 1 dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Disebut faktor Anies Baswedan sebab di berbagai basis Anies, basis Islam kanan, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, PKB menambah kursi, pecah telur, dan otomatis meningkat tajam perolehan secara nasional," ujar Sholeh dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan hasil hitung cepat Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 lembaga survei Populi Center, PKB meraup 10,94 persen suara dari 99,88 persen data masuk, sehingga menduduki peringkat keempat suara terbanyak setelah PDI Perjuangan (16,33 persen), Partai Golkar (15,54 persen), dan Partai Gerindra (13,94 persen).

Dengan demikian, Sholeh menyebutkan PKB berhasil memperluas captive market ke daerah Jawa Barat, DKI, Banten, Sumatera Barat, Sumatera umumnya, Sulawesi, serta sejumlah daerah lainnya. Pada fenomena yang sama secara lebih detail, captive market juga menyasar meluas ke basis-basis di luar NU (Nahdlatul Ulama).

Priangan Timur (Tasikmalaya dan sekitarnya) serta Priangan Barat (Sukabumi dan sekitarnya), kata dia, merupakan wilayah mantan kombatan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Artinya secara geopolitik selama ini, daerah-daerah itu merupakan wilayah kekuasaan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Baca juga: Gus Ipul ajak PKB kembali ke pangkuan NU

Baca juga: PKB terbuka untuk komunikasi politik

Baca juga: PKB belum tentukan sikap soal koalisi atau oposisi 


"Partai yang mempresentasikan politik kanan, sama halnya dengan Banten. Di Banten bahkan sel-sel DI atau TII masih aktif," tuturnya.

Selain pengusungan Anies Baswedan, ia menyebutkan sumber calon legislatif (caleg) yang kuat turut mendongkrak suara PKB secara nasional. Dominasi PKB di Jawa Timur (Jatim) salah satunya, kata dia, yang cenderung disebabkan karena faktor sumber daya para caleg yang kuat, petarung, dan tingkat ketokohan yang diterima publik luas.

Menurut Sholeh, caleg seperti Rusdi Kirana, Syaikhul Islam Ali Masyhuri, Arzeti Bilbina, Halim Iskandar, Hanif Dhakiri, Ana Muawanah, Jazilul Fawaid, Fathan Subchi, Kadir Karding, hingga Marwan Jafar merupakan sejumlah figur kuat dari sisi dana, keumatan, dan birokrat.

Tetapi, lanjut dia, ada fenomena lain selain melonjaknya suara PKB secara nasional, yakni menurunnya suara PKB di Jawa Tengah (Jateng).

Faktor lainnya, tambah Sholeh, yaitu peran para kiai dalam menjaga dan mendongkrak suara PKB juga signifikan. Kiai Nurul Huda DJazuli dari Ploso Kediri, yang menyebut PKB dan NU dengan "huwa huwa", sambung dia, merupakan kerja politik nyata dalam menjaga captive market PKB.

Meski begitu, dirinya mengungkapkan hasil pilpres dan pileg tahun ini mengisyaratkan bahwa loyalitas konstituen PKB jauh lebih besar kepada partai dibandingkan kepada Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

Sholeh menyampaikan, hal tersebut tergambar dan dibuktikan dengan hanya 35 persen pemilih PKB yang memilih pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Sementara itu, sebanyak 55 persen justru memilih pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan sisanya memilih Ganjar Pranowo-Mahfud Md.

"Gambaran ini bisa juga dimaknai bahwa konstituen membutuhkan penyegaran top leader PKB," ucap Sholeh.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024