Musirawas, Sumsel, (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan, membentuk tim terpadu untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan terkait areal izin PT Musi Hutan Persada (MHP).

"Selama konflik itu berlangsung kegiatan masyarakat dan perusahaan terganggu dan dikhawatirkan berujung pada adu fisik dan korban jiwa," kata Asisten II Sekretaris Daerah Pemkab Musirawas Saipul Ibna di Musirawas, Sabtu.

Ia menjelaskan tim terpadu yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 560/KPTS/KEHUT/2013 itu, telah melakukan rapat koordinasi dengan berbagai elemen terkait di wilayah itu.

"Kita sudah melibatkan camat, danramil, Polsek Muara Lakitan dan pemerintah desa, tokoh masyarakat, BPD, yang berasal dari enam desa trans hutan tanaman industri (HTI) di Kantor Camat Muara Kelingi beberapa hari lalu," katanya.

Dalam pertemuan tersebut, antara lain menghasilkan keputusan bahwa PT MHP melakukan penataan areal kerja berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 38/Kpts-II/1996 tentang Pemberian Hak Pengusahaan HTI atas areal seluas 296.400 hektare.

Selain itu, PT MHP juga lebih intensif melaksanakan kegiatan perlindungan hutan, khususnya untuk wilayah konservasi yang sudah dirambah oleh warga dan mengefektifkan segala kegiatan terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).

Pelaksana Harian Kepala Dinas Kehutanan Musi Rawas Basroni Cik Ubit melalui Kepala Humas Dinas Kehutanan Musi Rawas Arief Candra mengatakan hingga saat ini pihaknya bersama tim terpadu melakukan upaya-upaya penyelesaian konflik tersebut.

Rapat koordinasi tersebut, katanya, telah membahas pemasangan portal jalan perkebunan dan masyarakat umum yang dilakukan warga Teras Samsuri di delapan tempat.

Berdasarkan hasil pengambilan titik melalui global positioning system (GPS), pemortalan jalan tersebut di lahan PT MHP dan secara administrasi masuk dalam wilayah Desa SP 9 Harapan Makmur, Kecamatan Muara Lakitan.

"Akibat pemortalan ini aktivitas PT MHP dan warga sekitar menjadi terganggu dan perlu secepatnya diselesaikan," ujarnya.

Tim terpadu mengharapkan agar portal tersebut segera dicabut atau dibongkar karena mengganggu ketertiban umum dan merupakan tindakan pelanggaran hukum atas penggunaan kawasan yang merupakan wilayah kerja PT MHP.

"Kita berharap warga yang terlibat konflik agar dapat menyelesaikan masalah tanpa membuat masalah, sehingga penyelesaian konflik ini dapat berjalan dengan baik dan cepat," ujar Chandra.

Tim juga banyak menemukan kejanggalan di lapangan, antara lain keberadaan warga di Teras Samsuri itu, yang bukan warga setempat, akan tetapi pendatang yang merambah kawasan hutan di wilayah itu.

Hal itu disampaikan seorang tokoh masyarakat Desa SP 9 Harapan Makmur, bahwa warga Teras Samsuri bukan warga SP 9 maupun SP 10 HTI, melainkan warga pendatang dari luar desa, seperti Warga SP 9 Cecar, Sukakarya, Lubuklinggau, bahkan dari Lampung.

Warga pendatang itu diduga kuat dalang pemortalan jalan perkebunan dan jalan warga setempat, sehingga aktivitas masyarakat dan perusahaan perkebunan terganggu.

Staf CSR PT MHP Sujadi mengharapkan pemortalan dan konflik di wilayah MHP itu dapat diselesaikan pemerintah daerah dan DPRD setempat dengan solusi terbaik.

"Kami mengharapkan konflik ini dapat berakhir dengan tidak merugikan pihak manapun, dan kami siap menjalankan atau mematuhi keputusan yang dibuat oleh pemerintah berdasarkan aturan perundangan yang berlaku," ujarnya.

Terkait dengan pemberdayaan masyarakat, Sujadi menjelaskan, pihak perusahaan selain membayar pajak ke negara dan telah melakukan berbagai hal untuk pembangunan di Musi Rawas, seperti perbaikan dan pemeliharaan jalan penghubung, jalan poros, jalan desa di enam desa HTI Trans sejak 1993 hingga saat ini.

Selain itu, PT MHP juga membantu rehabilitasi sekolah, rumah ibadah, dan berbagai kegitaan sosial lainnya.

Pewarta: Zulkifli Lubis
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013