Semarang (ANTARA) - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Muhammad Tanziel Aziezi menyatakan independensi peradilan pada dasarnya bukanlah kemewahan seorang hakim, melainkan kewajiban agar peradilan yang berjalan bisa adil dan imparsial.

"Oleh karena itu, hakim juga perlu terus menjaga independensinya karena independensi peradilan pada dasarnya bukanlah kemewahan yang hakim miliki," kata Muhammad Tanziel Aziezi menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Jumat, menjelang peringatan Hari Kehakiman Nasional, 1 Maret 2024.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang juga peneliti dari LeIP ini berharap hakim makin menyadari bahwa pengadilan adalah benteng terakhir penegakan dan pemulihan hak asasi manusia bagi masyarakat.

Baca juga: Pakar: Hari Kehakiman momentum MA menengok kembali hukum lokal

Oleh karena itu, kata pakar hukum dari Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.H., putusan hakim dalam suatu perkara harus berpihak pada kebenaran yang berdasarkan fakta dan bukti-bukti di persidangan.

"Putusan majelis hakim juga harus memberikan rasa keadilan bagi masyarakat pencari keadilan, bukan berdasarkan adanya imbalan suatu materi atau intervensi dari penguasa," kata dia.

Seharusnya, menurut Prof. Faisal, hakim bebas merdeka, tidak boleh siapa pun mengintervensi hakim dalam menjalankan dan memutuskan suatu perkara di pengadilan.

Baca juga: Pakar: Putusan hakim harus berpihak pada kebenaran

Akan tetapi, lanjut dia, banyak terjadi putusan berpihak kepada orang yang mengintervensi, baik dengan materi maupun dengan kekuasaan, sehingga tidak mencerminkan rasa keadilan.

Mengenai hakim yang melanggar ketentuan, anggota KY selaku Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Joko Sasmito menyebutkan ada 42 orang hakim yang dinyatakan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Dari 42 hakim itu, terdiri atas pelanggaran yang dapat sanksi ringan tercatat 15 orang, sanksi sedang 10 orang, dan sanksi berat 17.

Menyinggung tren naik ketimbang tahun sebelumnya, dia lantas menghubungkan kejadian pada tahun 2022 dan 2021. Pada tahun 2022 terdapat 19 hakim, sedangkan data pada tahun 2021 tercatat 97 hakim.

"Dengan demikian, data pelanggaran pada tahun 2023 turun jika dibandingkan pada tahun 2021," kata anggota KY Joko Sasmito.

Baca juga: KY berupaya minimalkan tingkat pelanggaran hakim
Baca juga: Pakar: Hakim harus mampu merohanikan hukum

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024