Jakarta (ANTARA News) - Tim relawan beranggotakan 10 orang, termasuk empat anggota DPR, akan meninggalkan Jakarta menuju Suriah, Senin dini hari (14/8), untuk menyampaikan bantuan kemanusiaan rakyat Indonesia bagi para korban kebiadaban Israel di Palestina dan Lebanon. "Insya Allah kami berangkat Senin dinihari waktu Jakarta menuju Suriah. Dari sana, kami memasuki jalur tertentu (untuk mencapai Palestina dan Lebanon-red.)," kata Ketua Komite Kemanusiaan Indonesia dan Ketua Nasional untuk Rakyat Palestina, Suripto, kepada ANTARA di Jakarta, Kamis pagi. Selain tiga anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan seorang anggota DPR dari Fraksi Golkar, tim misi kemanusiaan ini terdiri dari lembaga swadaya masyarakat dan petugas medis dari Bulan Sabit Merah Indonesia, katanya. Sehubungan dengan misi ini, ia mengatakan pihaknya diterima Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda di kantornya, Kamis pagi, guna membicarakan perihal rencana keberangkatan dan tujuan misi kemanusiaan tersebut. "Selain menyerahkan bantuan kemanusiaan, tim juga akan melakukan survei lapangan untuk mengetahui bentuk dan jenis bantuan apa yang sesungguhnya diperlukan rakyat Palestina dan Lebanon," kata anggota Komisi I DPR itu. Ia selanjutnya mengatakan dirinya bersama ketiga anggota DPR lainnya akan menjalankan misi ini hingga 20 Agustus, sedangkan anggota tim lainnya, khususnya dokter dan para medis akan lebih lama. "Insya Allah, saya dan teman-teman DPR paling lama sampai 20 Agustus, sedangkan tim medis akan lebih lama dan bergiliran," katanya. Solidaritas dan simpati bangsa Indonesia terhadap nasib dan perjuangan rakyat Palestina dan Lebanon menentang agresi dan penjajahan Israel atas kedua negara itu terus bergulir dalam beberapa pekan terakhir. Berbagai aksi demonstrasi dan pengumpulan bantuan kemanusiaan dilakukan oleh elemen masyarakat dari berbagai latar belakang agama di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia. Bahkan, banyak di antara mereka mendaftarkan diri di beberapa organisasi kemasyarakatan untuk berjihad di Palestina dan Lebanon. Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah mengimbau setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang berniat untuk mengirimkan misi kemanusiaan ke sana agar berkonsultasi terlebih dahulu dengan Departemen Luar Negeri (Deplu). "Jika ada kelompok-kelompok dari Indonesia yang ingin membantu dengan cara mengirimkan misi kemanusiaan maka tolong dikonsultasi dengan kami," kata Menlu Hassan Wirajuda. Menurut Menlu, Pemerintah Indonesia memiliki sejumlah perwakilan di luar negeri termasuk di Lebanon yang aktif mencermati perkembangan terakhir di lapangan. "Perwakilan kita dapat dengan cepat memberikan informasi mengenai daerah-daerah yang aman dan tidak aman, daerah yang masih diblokade ataupun tempat-tempat yang menjadi konsentrasi pengungsi yang masih sangat membutuhkan bantuan medis atau makanan," katanya. Namun, lanjut dia, hingga kini belum ada kelompok-kelompok tertentu yang mengumumkan akan mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Lebanon yang melakukan konsultasi dengan pihak Deplu. Menlu menyebutkan, situasi di lapangan tidak mudah bahkan organisasi-organisasi internasional yang sudah sangat berpengalaman untuk menyalurkan bantuanpun mengalami kesulitan untuk memasuki daerah-daerah yang diduduki Israel atau menjadi sasaran pengeboman. Zionis Israel telah menggempur berbagai kota dan desa di selatan Lebanon untuk melemahkan Hizbullah sejak 12 Juli lalu. Sedikitnya seribu warga Lebanon tewas dalam berbagai serangan militer Israel yang didukung Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Sebagian besar korban itu adalah warga sipil. Konflik yang dipicu oleh penahanan dua tentara Israel oleh para pejuang Hizbullah itu mengundang kecaman masyarakat internasional setelah PBB tak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan agresi itu. Sebelum melancarkan agresinya ke Lebanon, Israel terlebih dahulu menyerang Palestina, menangkapi para pejabat pemerintahan negara itu, membunuhi warga sipil dan menghancurkan berbagai infrastruktur negara yang tanahnya diduduki Zionis dukungan AS dan Inggris tersebut selama berpuluh-puluh tahun. (*)

Copyright © ANTARA 2006