Jakarta (ANTARA) -
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengajak masyarakat untuk mendokumentasikan berbagai pengetahuan lokal dalam bentuk tulisan maupun produk audio-visual guna memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam mengurangi risiko akibat bencana alam.
 
"Dokumentasi sangat penting karena kita tahu, apalagi terkait kebencanaan banyak sekali pengetahuan lokal yang sebenarnya bisa menjadi inspirasi kita semua dalam menghadapi dan memitigasi bencana," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko di Jakarta, Selasa.
 
Sejak 2022, BRIN telah menyelenggarakan program akuisisi pengetahuan lokal yang bertujuan mendokumentasikan dan menyebarluaskan berbagai konten pengetahuan lokal sebagai sumber literasi ilmu pengetahuan bagi publik.
 
Program itu menjadi harapan untuk memastikan seluruh kekayaan pengetahuan sumber daya alam dan budaya lokal di Indonesia dapat terjaga dan terkonservasi secara tepat, akurat, dan berkelanjutan, guna diturunkan ke generasi berikutnya dalam bentuk dokumentasi yang kredibel dan inovatif.

Baca juga: Peneliti BRIN bilang Jakarta bisa jadi kota tangguh

Baca juga: BRIN gelar ekspedisi pemetaan sesar di sepanjang Pulau Jawa
 
BRIN memberikan insentif untuk setiap akuisisi konten pengetahuan lokal. Apabila nanti produknya diterima dan diakuisisi, maka yang paling tinggi untuk buku akan mendapatkan insentif sebesar Rp20 juta dan paling rendah Rp6 juta.
 
Sedangkan untuk produk audio-visual atau video, produk yang paling tinggi akan mendapatkan insentif Rp20 juta untuk film dokumenter dan yang paling rendah adalah Rp5 juta untuk film fiksi dan dokumentasi kreatif serta inovatif yang dihasilkan.
 
"Kami beli lepas hak ciptanya untuk kami public domain (luncurkan ke ranah publik), sehingga filmnya, bukunya, apapun itu bisa diakses orang-orang secara gratis," kata Handoko.
 
Lebih lanjut dia mengungkapkan ketika gelombang tsunami menyapu Provinsi Aceh pada 26 Desember 2004, penduduk di Pulau Simeulue tidak mengalami masalah karena mereka memiliki pengetahuan lokal.
 
Saat terjadi bencana gempa bumi dan disusul tsunami, mereka memiliki mekanisme yang secara budaya sudah tertanam sejak kecil.
 
Cerita smong menjadi warisan budaya yang dituturkan dari generasi ke generasi penduduk Pulau Simeulue. Smong merupakan sebutan nenek moyang mereka terhadap tsunami.
 
Smong yang diceritakan turun-temurun telah menyelamatkan nyawa penduduk Pulau Simeulue dari gempa tektonik dan tsunami.
 
"Hal-hal seperti itulah yang harus kita sebarkan dan kita jadikan inspirasi yang harus kita ajarkan mungkin nanti ke sekolah-sekolah," kata Handoko.
 
"Program mitigasi, deteksi dini, dan awareness untuk kebencanaan mestinya memang harus masuk sejak usia dini," ucapnya.*

Baca juga: BRIN manfaatkan pengetahuan lokal untuk kurangi risiko bencana

Baca juga: BRIN sebut krisis pangan kian nyata

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024