Larangan penggunaan air tanah itu berlaku mulai 1 Agustus 2023 yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berhasil menurunkan penggunaan air tanah yang kondisinya saat ini sudah darurat (emergency) pada gedung-gedung dengan ketinggian di atas delapan lantai
 
"Sejauh ini rata-rata  air tanah kalau lihat catatan meter kita sudah hampir zero.  Mereka kadang-kadang masih memakai, seharusnya  kami tutup saja melihat kondisinya sudah emergency," kata Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Geologi, Konservasi Air Baku dan Penyediaan Air Bersih Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Elisabeth Tarigan di Jakarta, Rabu.
 
Larangan penggunaan air tanah itu berlaku mulai 1 Agustus 2023 yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Sasaran, Pengendalian. Pengambilan, serta Pemanfaatan Air Tanah.
 
Namun, Elisabeth menyebut masih ada sejumlah bangunan di Jakarta yang memakai air tanah Pemprov DKI Jakarta  terus mengevaluasi dan menyosialisasikan larangan penggunaan air tanah di gedung tinggi.
 
Elisabeth memaparkan saat ini total 496 bangunan telah memenuhi kriteria karena sudah menggunakan air perpipaan. Rinciannya ialah 156 bangunan di Jakarta Selatan, 134 bangunan di Jakarta Utara, 166 bangunan di Jakarta Pusat, dan 40 bangunan di Jakarta Timur.
 
Lalu dari 496 bangunan, sebanyak 396 bangunan telah menggunakan air perpipaan, sementara 5 bangunan masih menyedot air tanah dan 70 bangunan menggunakan air perpipaan dan air tanah secara bersamaan.

Sementara sisanya masih ada yang menggunakan truk tangki serta belum memberikan perkembangannya sampai saat ini.
 
Secara keseluruhan, Elisabeth menilai animo pemilik gedung terhadap larangan tersebut cukup baik. Selain itu, Dinas Sumber Daya Air DKI juga menemui sejumlah kendala saat hendak menindak pelanggar.
 
"Ada satu kendala dalam menerapkan peraturan gubernur tersebut, ketika perizinan menjadi wewenang pemerintah pusat maka otomatis pengendalian dan pengawasan ditarik pemerintah pusat itu jadi sedikit jadi hambatan di kita," jelas Elisabeth.
 
Selain itu, hambatan lainnya antara lain pemilik atau pengelola bangunan atau gedung yang masih menggunakan air tanah sebagai cadangan, kemudian keterbatasan pemilik bangunan atau gedung dalam membangun penampungan air bersih dari sumber alternatif kapasitas minimal dua hari kebutuhan air bersih.
 
Sebelumnya, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta optimistis dapat memberikan layanan perpipaan air bersih bahkan standar air minum 100 persen pada 2030.
 
"Ke depannya Jakarta harus meningkatkan ketahanan air bahwa kita ingin di Jakarta sendiri tidak sepenuhnya selalu bergantung terhadap air dari luar Jakarta, melainkan air dari sumber Jakarta," kata Elisabeth di Jakarta, Selasa.
Baca juga: PAM Jaya bangun reservoir untuk atasi krisis air di Rusun Marunda
Baca juga: PAM Jaya bidik 77.000 sambungan baru pada 2024
Baca juga: PAM Jaya prioritaskan ganti pipa di enam wilayah untuk atasi kebocoran

Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024