Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melayangkan surat panggilan terhadap Hanan Supangkat sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dengan tersangka mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Informasi yang kami peroleh benar, sebagai saksi dalam perkara TPPU tersangka Syahrul Yasin Limpo," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu

Ali menambahkan bahwa pemeriksaan terhadap Hanan Supangkat dijadwalkan pada hari Jumat (1/3).

Namun, Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai materi apa yang akan didalami dalam pemeriksaan terhadap CEO PT Mulia Knitting Factory sekaligus mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI) itu.

Untuk diketahui, Menteri Pertanian periode 2019—2023 Syahrul Yasim Limpo (SYL) tengah menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) RI dalam rentang waktu 2020—2023.

Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Masmudi mengungkapkan bahwa pemerasan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan RI periode 2021—2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan RI pada tahun 2023, antara lain, untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.

"Jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebesar total Rp44,5 miliar," ujar JPU KPK Masmudi dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Baca juga: SYL minta penangguhan penahanan karena sakit paru-paru
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo ajukan keberatan atas dakwaan JPU KPK


Dengan demikian, kata dia, perbuatan SYL sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Masmudi menjelaskan bahwa pengumpulan uang secara terpaksa oleh SYL dengan cara meminta Kasdi dan Hatta sebagai koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya.

Selanjutnya dalam pelaksanaan di lapangan, kata dia, pengumpulan uang dan pembayaran kepentingan pribadi SYL maupun keluarga terdakwa dilakukan oleh para pegawai pada masing-masing direktorat, sekretariat, dan badan pada Kementan RI. Uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan SYL.

"Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing sekretariat, direktorat, dan badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada terdakwa," ucap dia.

Apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan SYL tersebut, Masmudi mengatakan bahwa SYL menyampaikan kepada jajaran di bawahnya bahwa jabatan mereka dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan, atau diberhentikan.

Selain itu, lanjut dia, jika ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan SYL tersebut, terdakwa meminta pejabat itu agar mengundurkan diri dari jabatannya.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024