Kalau hakim melakukan perbuatan tercela, melanggar kode etik, itu bisa dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat,"
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Hikmahanto Juwana mengatakan penerapan pemberhentian dengan tidak hormat Ketua MK Akil Mochtar (SM) masih harus menunggu pendalaman kode etik.

"Kalau hakim melakukan perbuatan tercela, melanggar kode etik, itu bisa dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat. Pertanyaannya apakah pak Akil Mochtar melakukan tindakan itu, itu yang sedang didalami oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," kata Hikmahanto Juwana di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan pada Senin (7/10) pekan depan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi akan mulai bekerja mendengarkan saksi-saksi dan bukti-bukti internal terkait pelanggaran yang mungkin dilakukan Akil Mochtar dalam kapasitasnya sebagai hakim konstitusi.

"Ini (sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) akan dimulai Senin (pekan depan), memanggil orang-orang dekat pak Akil yang ada di MK. Dari informasi-informasi itu kita akan coba mengembangkan," ujar dia.

Di sisi lain Majelis Kehormatan MK juga akan meminta klarifikasi langsung dari Akil Mochtar, dalam rangka memberikan hak bagi Akil Mochtar untuk melakukan pembelaan diri. Majelis Kehormatan MK akan berkoordinasi dengan KPK, untuk mendapatkan akses pertemuan dengan yang bersangkutan.

"Sampai akhirnya kita akan memperoleh suatu keyakinan dan mengeluarkan putusan. Putusannya itu mengikat, tidak bisa diganggu-ganggu," ujar dia.

Lebih jauh Hikmahanto menekankan bahwa Majelis Kehormatan MK akan bekerja secepatnya dalam waktu maksimal 90 hari, untuk memutuskan dugaan adanya pelanggaran kode etik.

"Apabila terlalu lama, masyarakat bisa hilang kepercayaan kepada MK. Kita memohon masyarakat tetap percaya MK secara institusi akan terus menjalani fungsinya, mohon jangan luntur kepercayaannya," kata dia.

Pada Rabu (2/10) malam, KPK menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM di rumah dinasnya kawasan Widya Chandra, Jakarta, karena diduga telah menerima uang terkait sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan.

"AM itu dulu menjabat Hakim Konstitusi, sekarang Ketua MK," kata juru bicara KPK Johan Budi dalam konferensi persnya di Gedung KPK, Rabu (2/10) malam.

Sedangkan Kamis (3/10) petang KPK menetapkan Ketua MK Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap terkait dua kasus sengketa pilkada yaitu pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten.(*)

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013