Kediri (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat merekomendasikan pendampingan psikologis bagi keluarga BM (14), santri Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, yang menjadi korban penganiayaan hingga meninggal dunia.

Anggota KPAI bidang Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Budaya, Aris Adi Leksono, mengatakan dalam perkara anak perlindungan akan diberikan terutama bagi anak korban. Dalam kasus ini adalah keluarga BM, karena korban meninggal dunia.

"Kami mendorong adanya pendampingan dari pihak terkait secara psikologis dan juga mendorong adanya kepedulian sosial, santunan, karena itu juga bagian dari perintah UU Perlindungan Anak," katanya di Kediri, Jumat.

Ia menambahkan, pendampingan juga diberikan kepada anak yang berkonflik dengan hukum, karena mereka juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendampingan hukum, mendapatkan pemulihan, kemudian rehabilitasi sosial.

Dia mengatakan, KPAI juga sepakat untuk mendorong proses hukum yang sekarang sedang diproses. Untuk keputusan seperti apa, nantinya diharapkan juga harus didukung bersama.

Untuk itu dia juga meminta komitmen dari Kementerian Agama dan instansi terkait untuk membantu polisi. Pondok pesantren juga diharapkan memberikan informasi selengkapnya.

Baca juga: Kapolres : Santri dianiaya berulang-ulang

Baca juga: Fatayat NU kutuk keras kasus kekerasan terhadap santri di Kediri


"Karena ini persoalan anak, sesuai dengan UU harus cepat selesai, harus cepat tertangani, keadilan untuk keluarga korban bisa diwujudkan sambil hak lain baik keluarga maupun anak yang berkonflik hukum dengan status tersangka maupun saksi," kata dia.

Terkait dengan informasi soal pemindahan santri karena pondok pesantren tidak berizin, Aris mengatakan harus dipikirkan lebih panjang, sebab memindahkan anak tidak semudah yang diperkirakan.

"Saya kira lebih objektif untuk dilakukan asesmen awal. Dilihat, dipetakan mana anak yang perlu mendapatkan layanan pendampingan klasikal atau layanan pendampingan personal baik psikis, mental maupun pendampingan lainnya. Kalau itu bisa dipetakan maka bagaimana perlakuannya, intervensinya akan objektif," kata dia.

Sebelumnya, penganiayaan terjadi terhadap santri PPTQ Al Hanifiyyah di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, berinisial BM oleh seniornya hingga berujung meninggal dunia di area pondok.

Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji mengungkapkan penganiayaan dilakukan beruntun yakni 18 Februari, 21 Februari dan 22 Februari 2024 sampai 23 Februari 2024 dini hari.

Empat tersangka yakni AF (16) asal Denpasar Bali, MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Nganjuk, dan AK (17) asal Surabaya mempunyai peran dalam penganiayaan tersebut sehingga menyebabkan kematian korban.

Korban kemudian dibawa ke puskesmas, namun oleh dokter yang memeriksa dinyatakan meninggal dunia pada Jumat (23/2) pagi. Dokter yang memeriksa juga mengungkapkan di tubuh korban luka yang banyak ditemukan pada anggota tubuh bagian atas.

Hingga saat ini Polres Kediri Kota telah memeriksa sembilan orang saksi. Untuk pengasuh pesantren, saat pemanggilan tidak datang sehingga dijadwalkan ulang untuk dimintai keterangannya.

"Jadi, pengasuh pondok pesantren yang ikut mengantarkan jenazah pada hari H saat ini sudah kami monitor sedang koordinasi dengan keluarga korban di Banyuwangi. Dalam waktu dekat kami akan adakan pemeriksaan khususnya yang langsung saat itu mengetahui, menyaksikan dan mengantarkan ke Banyuwangi," kata Kapolres.

Baca juga: KemenPPPA kawal kasus kekerasan terhadap santri berujung meninggal

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024