Kuala Lumpur (ANTARA) - Departemen Perlindungan Satwa Liar dan Taman Nasional (PERHILITAN) Semenanjung Malaysia menguji penggunaan kamera jebak yang dilengkapi kecerdasan buatan (AI) untuk memantau spesies satwa liar.

Menteri Sumber Daya Alam dan Perubahan Iklim Malaysia Nik Nazmi Nik Ahmad dalam sebuah pernyataan menyambut Hari Satwa Liar Sedunia 2024 yang diakses di Kuala Lumpur, Minggu, mengatakan tema Hari Satwa Liar tahun ini yakni “Menghubungkan Manusia dengan Bumi, Mengeksplorasi Inovasi Digital dalam Konservasi Kehidupan Liar” bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya inovasi digital dalam usaha memperkokoh konservasi flora dan fauna liar.

Hal itu termasuk di dalamnya aspek riset, komunikasi, deteksi dan analisis DNA secara lebih mudah, cepat dan efisien.

Kementeriannya melalui Departemen PERHILITAN, menurut dia, mengambil inisiatif dengan mencoba penggunaan teknologi, salah satunya penggunaan kamera jebak yang dilengkapi dengan AI, untuk memantau spesies kehidupan liar.

Menteri mengatakan teknologi lain yang juga digunakan yakni pemanfaatan kendaraan nirawak (UAV) untuk memantau kehadiran dan pergerakan satwa liar. Selain itu juga menggunakan satelit untuk membangun sistem peringatan dini.

Dia menambahkan selain memastikan kelangsungan hidup Harimau Malaya di habitat aslinya atau in-situ, konservasi ex-situ kritikal dilakukan karena populasi spesies tersebut sangat rendah di habitat aslinya.

Menurut dia, Departemen PERHILITAN telah memberdayakan Laboratorium Forensik Satwa Liar Nasional dengan memperoleh peralatan laboratorium berteknologi tinggi untuk meningkatkan kapasitas forensik, konservasi ex-situ, bio-banking, Laboratory Information Management System (LIMS) dan pengawasan penyakit zoonotik.

Pendekatan itu, kata Nik Nazmi, dapat meningkatkan pelaksanaan program peningkatan populasi Harimau Malaya di penangkaran melalui inseminasi buatan.

Terkait upaya perlindungan hutan, ia mengatakan menggunakan teknologi seperti sistem Forest Monitoring using Remote Sensing (FMRS) untuk mendeteksi perubahan di hutan di Semenanjung Malaysia. Sedangkan di Sabah menggunakan sistem iForSabah yang memanfaatkan gambar satelit untuk penginderaan jarak jauh (remote sensing).

Sementara itu, di Sarawak menggunakan sistem Continuous Monitoring of Surveillance (COMOS) yang menggabungkan analisa gambar satelit dan menentukan titik koordinat yang menggunakan sistem observasi penegakan hukum di lapangan.

Baca juga: Malaysia mulai antisipasi dampak kesehatan serangan cuaca panas

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2024