Tinggal nanti bagaimana anggota DPR yang baru hasil pemilu yang saat ini, bisa merevisi Undang-Undang Pemilu sebelum Pemilu 2029 agar keputusan MK itu bisa dieksekusi
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin berharap pembentuk undang-undang, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah, benar-benar mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas parlemen (parliamentary threshold).

"Suka tidak suka, senang tidak senang, DPR nanti termasuk dengan pemerintah membahas revisi undang-undang tersebut, mengakomodasi putusan MK tersebut. Bukan hanya mengakomodasi, mengeksekusi," ucap Ujang saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

Ujang berpendapat, ambang batas parlemen dihapuskan atau nol persen. Namun demikian, dia berharap pembentuk undang-undang bisa merumuskan ambang batas parlemen dengan sebaik-baiknya, sebagaimana pertimbangan hukum oleh MK.

"Tapi memang dengan nanti variasi-variasi format, ketentuan, disesuaikan dengan tata tertib di DPR, Undang-Undang MD3 (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD)," ucapnya.

Lebih lanjut Ujang menuturkan putusan MK harus dihormati, terlepas dari pro dan kontra yang ditimbulkan. Ujang menekankan, revisi ambang batas parlemen pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah harus ada sebelum Pemilu 2029.

Baca juga: Peneliti: Putusan ambang batas parlemen perlu didorong di DPR

Baca juga: Partai Gelora: Ambang batas parlemen dan presiden harus dihapus

Baca juga: Soal putusan MK, MPR sebut presidential threshold juga perlu dikoreksi


"Tinggal nanti bagaimana anggota DPR yang baru hasil pemilu yang saat ini, bisa merevisi Undang-Undang Pemilu sebelum Pemilu 2029 agar keputusan MK itu bisa dieksekusi," tuturnya.

MK pada sidang pleno Kamis (29/2) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang diajukan oleh Perludem.

Amar putusan MK menyatakan pasal tersebut konstitusional untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen, termasuk metode dan argumen yang digunakan dalam menentukan ambang batas parlemen empat persen.

Mahkamah menyebut penentuan besaran angka atau persentase ambang batas yang tidak rasional itu telah menimbulkan disproporsionalitas antara suara pemilih dengan jumlah partai politik di DPR, sehingga melanggar hak konstitusional pemilih.

Sebab itu, MK berpendapat ambang batas parlemen perlu segera diubah dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh lima poin sebagai berikut.

Pertama, MK menyatakan ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.

"(3) Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik; (4) perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029,” urai MK.

Adapun poin kelima adalah perubahan ambang batas parlemen melibatkan semua kalangan yang memperhatikan penyelenggaraan pemilu dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024