New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia berakhir sedikit lebih tinggi pada Selasa (Rabu pagi WIB), karena kebuntuan anggaran Amerika Serikat berlanjut dan beberapa penghentian produksi di produsen minyak utama Timur Tengah masih berlangsung.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November naik 46 sen menjadi ditutup pada 103,49 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan November bertambah 48 sen menjadi menetap di 110,16 dolar AS per barel di perdagangan London.

Pasar tetap terpaku pada Washington, di mana Demokrat dan Republik terus berseteru atas anggaran yang menyebabkan penutupan sebagian kegiatan pemerintah dan kenaikan plafon utang menjelang batas waktu 17 Oktober.

Acuan WTI (light sweet) telah diperdagangkan dalam kisaran ketat 101,50- 104,50 dolar AS, kata Addison Armstrong, direktur riset pasar senior di Tradition Energy.

"Kurangnya pergerakan sepenuhnya berkorelasi dengan kurangnya kemajuan di Washington," kata Armstrong.

Matt Smith, seorang analis di Schneider Energy, mengatakan kenaikan pada Selasa mencerminkan asumsi pasar bahwa "dengan segala daya dan upaya kita akan melihat resolusi untuk masalah yang dihadapi pemerintah saat ini."

Perselisihan politik dan sosial di produsen minyak utama Timur Tengah juga telah menciptakan dukungan untuk minyak.

Analis Eurasia Group Greg Priddy menunjuk "berlanjutnya ketidakpastian" tentang Irak, di mana beberapa kegiatan produksi berhenti, serta penutupan produksi berkelanjutan di Libya Timur itu "tidak mungkin segera berbalik."

Priddy juga menunjuk faktor-faktor "bearish" (lesu) lainnya, termasuk kenaikan produksi minyak mentah pada kuartal keempat dari negara-negara yang tidak termasuk dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Risiko jangka pendek pada minyak "terutama ke sisi penurunan," kata Priddy.

Para investor akan mengawasi laporan mingguan persediaan minyak AS pada Rabu (9/10) waktu setempat.

Analis memproyeksikan peningkatan stok sebesar 1,4 juta barel, menurut sebuah survei oleh Dow Jones Newswires, demikian AFP.

(A026)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013