"Sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya yaitu karena Abdul Gani Kasuba selaku Gubernur Provinsi Maluku Utara telah memberikan paket pekerjaan di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Maluku Utara sejak
Ternate (ANTARA) - Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate, Maluku Utara menggelar sidang perdana kasus dugaan suap OTT gubernur nonaktif Abdul Gani Kasuba yang ditetapkan tersangka oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir 2023 lalu.

Sidang yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIT tersebut dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim Rommel Franciskus Tampubolon didampingi empat hakim anggota lainnya masing-masing Haryanta, Kadar Nooh, Samhadi dan Moh. Yakob Widodo.

Tampak empat tersangka masing-masing Kepala Dinas Perkim Adnan Hasanudin, Kepala Dinas PUPR Daud Ismail serta dua pihak swasta, Stevi Tomas selaku Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk dan Kristian Wuisan selaku Direktur Utama PT Birinda Perkasa Jaya.

JPU KPK Muhammad Hatta Ali dalam membacakan isi dakwaannya mengatakan, terdakwa Ismail pada beberapa lokasi di Maluku Utara dan di Jakarta dan berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat (2), (3) dan (4) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum KUHAP maka Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ternate berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini, menurut JPU terdakwa Daud Ismail diduga memberikan uang secara bertahap kepada Abdul Gani Kasuba (AGK) sebesar Rp3 miliar.

Dimana, untuk itu dimaksud agar AGK mempertahankan jabatan terdakwa sebagai kepala dinas serta mengangkat terdakwa sebagai Pelaksana Tugas serta mendapatkan rekomendasi pangkat luar biasa dalam seleksi terbuka.

"Daud Ismail diduga melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu Terdakwa telah memberikan uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp3.012.340.400,00 kepada AGK selaku Gubernur Maluku Utara, berdasarkan SK Presiden RI. Dengan maksud supaya AGK mempertahankan jabatan terdakwa kepala PUPR Maluku Utara, mengangkat terdakwa menjadi Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR dan memberikan rekomendasi kenaikan pangkat luar biasa kepada Terdakwa sebagai syarat mengikuti seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama untuk jabatan Kepala Dinas PUPR Provinsi Maluku Utara," kata JPU.

Tindakan Daud Ismail dinilai bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Sementara terdakwa Stevi Thomas dianggap melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut.

Stevi dianggap telah memberi uang kepada AGK sebesar USD 60 dolar Amerika, agar AGK memberikan kemudahan terkait dalam penerbitan izin - izin rekomendasi teknis.

"Memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu Terdakwa telah memberikan uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesar USD60.000,00 atau sekitar jumlah itu, kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada ABDUL GANI KASUBA selaku Gubernur dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu uang tersebut diberikan dengan maksud supaya AGK selaku Gubernur Provinsi Maluku Utara memberikan kemudahan dalam penerbitan izin-izin dan rekomendasi-rekomendasi teknis dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara yang berada dibawah strukturnya, terkait izin-izin dan rekomendasi-rekomendasi teknis yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan di bawah Harita Group," ujar JPU.

Tindakan Stevi dianggap JPU bertentangan dengan kewajiban AGK selaku Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sementara terdakwa Kristian Wuisan diduga telah memberikan uang secara bertahap dengan total keseluruhan sejumlah Rp3.505.000.000,00 (atau sekitar jumlah itu, kepada AGK selaku Gubernur Provinsi Malut.

"Sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya yaitu karena Abdul Gani Kasuba selaku Gubernur Provinsi Maluku Utara telah memberikan paket pekerjaan di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Maluku Utara sejak Tahun 2020 sampai 2023 kepada Terdakwa, dengan cara mengatur proses tender/pengadaan di Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Sekretariat Pemprov Malut," ujarnya.

Selain itu, bertentangan dengan kewajiban Abdul Gani Kasuba selaku Penyelenggara Negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," ucap JPU.

Usai mendengar dakwaan, terdakwa Daud Ismail dan Kristian Wuisan menolak dakwaan tersebut dan mengajukan eksepsi pada sidang pekan depan. Sidang akan dilanjutkan pada pekan depan Rabu (13/3/2024).

Pewarta: Abdul Fatah
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024