Afghanistan juga merupakan lahan yang subur untuk korupsi dan berkembangnya organisasi kriminal transnasional."
Wina (ANTARA News) - Afghanistan berisiko menjadi negara produsen narkoba jika tidak ada dukungan internasional untuk membantu penciptaan lapangan kerja di negara tersebut, demikian kepala Kantor PBB untuk Obat-Obat Terlarang dan Kriminal (UNODC) Yury Fedotov pada Rabu.

Fedotov menggambarkan masa depan suram persoalan narkotika di Afghanistan satu tahun sebelum penarikan pasukan NATO pada tahun depan, lapor Reuters.

Dia mengatakan bahwa kehadiran pasukan NATO telah membantu menciptakan sepertiga total investasi dan lapangan kerja di Afghanistan. Dengan demikian Fedotov berpendapat bahwa pemerintah setempat harus segera bertindak sebelum pasukan NATO mengakhiri tugasnya.

Penelitian tahunan UNODC yang akan dilakukan pada akhir bulan ini akan menunjukkan seberapa banyak peningkatan pembibitan dan produksi opium dibandingkan pada tahun 2012, demikian Fedotov kepada Reuters dalam sebuah wawancara.

Afghanistan saat ini merupakan produsen nomor satu opium (bahan utama untuk membuat heroin) di dunia. Dari situlah Taliban mendapatkan pendanaan untuk gerakan gerilyanya.

"Keadaan saat ini semakin memburuk dan ini sangat mengecewakan," kata Fedotov.

Dia mengatakan bahwa kondisi tersebut merupakan sebuah kemunduran yang harus disikapi sebagai tantangan.

Pemerintah Afghanistan akan membutuhkan lebih banyak bantuan untuk menghentikan penanaman opium saat sebagian besar tentara asing pulang ke negaranya masing-masing.

Obat-obatan terlarang telah menjadi sumber pendanaan utama pemberontakan dan mengancam stabilitas keamanan kawasan. Selain itu, angka kecanduan di Afghanistan merupakan yang terbesar di dunia.

"Afghanistan juga merupakan lahan yang subur untuk korupsi dan berkembangnya organisasi kriminal transnasional," kata dia.

Setelah hampir 12 tahun pasukan NATO menginvasi Afghanistan, masih banyak wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Taliban dan pasukan lokal masih bergantung dengan dukungan unit udara luar negeri, terutama di wilayah terpencil.

Fedotov mengatakan bahwa memang terdapat niat politik di kalangan pejabat Afghanistan untuk mengkhiri persoalan narkoba. Namun upaya penangkapan dan penyitaan selama ini masih gagal membendung naiknya produksi opium.

Menurut Fedotov, petani-petani Afghanistan membutuhkan infrastruktur yang lebih baik dan pasar-pasar baru untuk menjual produk-produk legal. Lapangan kerja baru di sektor pertanian dan industri dibutuhkan untuk mengubah ekonomi yang bergantung pada produksi narkoba.

"Kita masih belum bisa membangun model ekonomi alternatif di Afghanistan," kata dia.


Penerjemah: GM Nur Lintang Mohammad

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013