Jakarta (ANTARA) - Guru Besar dalam Bidang Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof Dr dr Sri Linuwih Susetyo Wardhani Menaldi mengatakan kerja sama multi sektor perlu dibentuk untuk mencapai Indonesia nihil kusta.

Sri mengatakan hal tersebut diperlukan mengingat adanya laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebutkan delapan di antara 20 jenis penyakit tropis terabaikan atau neglected tropical disease terdapat di Indonesia, terlebih Indonesia negara dengan kasus kusta terbanyak ketiga di dunia, dengan 15.052 kasus pada 2022.

"Stigma dan diskriminasi terhadap kusta menyebabkan para penyandangnya tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah, tidak mampu bekerja, atau tidak mendapatkan pekerjaan dan terlambat mendapat pengobatan," katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Ia mengatakan keterlambatan dalam pengobatan memungkinkan terjadi kecacatan dan disabilitas pada penyandang kusta. Hal tersebut dapat berimplikasi pada permasalahan ekonomi para penyandang.

"Sehingga, (mereka) tidak mampu pergi ke layanan kesehatan, tidak mendapat obat, dan penularan akan terus berlangsung," katanya.

Baca juga: 1 juta warga RI masih kena penyakit tropis, kusta hingga frambusia

Untuk menyelesaikan hambatan tersebut, kata Sri, diperlukan kerja bersama yang terkoordinasi dengan baik, karena hanya tersisa kurang dari enam tahun untuk mencapai target nihil kusta Indonesia pada 2030, di mana pada 2023, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan tujuh provinsi di Indonesia belum mencapai eliminasi kusta, yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.

Dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Eliminasi Kusta 2023-2027, katanya, telah disusun empat strategi utama untuk mencapai eliminasi, yaitu menggerakkan masyarakat, meningkatkan kapasitas sistem pelayanan, meningkatkan integrasi dan koordinasi, serta menguatkan komitmen, kebijakan, dan manajemen program.

Menurut dia, upaya menurunkan stigma melalui edukasi sebaiknya dilakukan sejak usia dini karena edukasi pada anak akan memberikan retensi yang lebih meresap untuk waktu yang panjang.

"Penanggulangan kusta sangat kompleks dan tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja. Upaya perlu dilakukan oleh tiga sektor, yaitu pemerintah dan DPR, profesi, serta masyarakat," ujarnya.

Baca juga: Kemenkes: 5,75 persen pasien kusta di Indonesia alami cacat
Baca juga: Dokter: Waspadai adanya perubahan warna kulit, bisa jadi gejala kusta
Baca juga: Kemenkes catat penderita kusta semester pertama capai 13 ribu orang

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024